Marketplus.id — Semakin berkembangnya penatalaksanaan kanker payudara memberikan harapan bagi pasien untuk bisa mendapatkan pengobatan yang efektif, aman dan nyaman, berpeluang sembuh serta meningkatkan kualitas hidup.
Salah satu perkembangan revolusioner adalah dalam penatalaksanaan kanker payudara HER2-positif yang menggabungkan dua antibodi monoklonal (pertuzumab dan trastuzumab) dengan enzim hialuronidase dalam satu suntikan yang memiliki manfaat klinis dan keamanan sebanding dengan yang diberikan melalui infus.
Inovasi ini akan dibahas dalam Roche Oncology Summit, 22 – 23 Juli 2023 di Jakarta, sebuah acara yang menghadirkan para pakar dalam penatalaksanaan kanker dan membahas hasil-hasil penelitian, serta terobosan penatalaksanaan kanker.
Dokter ahli onkologi, DR. Dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, FINASIM menjelaskan, “Perkembangan penatalaksanaan kanker payudara HER2-positif memberi harapan bagi pasien. Menggabungkan dua antibodi monoklonal (pertuzumab dan trastuzumab) dengan enzim hialuronidase dalam satu suntikan adalah terobosan yang revolusioner. Selain memiliki manfaat klinis dan keamanan sebanding dengan obat yang diberikan melalui infus, penyuntikan yang hanya memakan waktu 8 menit untuk suntikan pertama dan 5 menit di injeksi berikutnya. Ini lebih singkat dibandingkan pemberian infus Pertuzumab dan Trastuzumab yang memakan waktu hingga 150 menit. Kombinasi pertuzumab dan trastuzumab dalam satu suntikan ini ditujukan untuk pasien dengan kanker payudara HER2 positif stadium dini dan stadium metastatik dan untuk digunakan bersama dengan perawatan kemoterapi.”
Kanker Payudara HER2-Positif: Lebih Ganas, Lebih Cepat Menyebar
Kanker payudara masih menjadi ancaman perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan dan menjadi penyebab kematian akibat kanker tertinggi pada perempuan Indonesia, yakni 21,4%. Salah satu jenis kanker payudara yang ganas dan menyebar lebih cepat adalah kanker payudara jenis HER2-positif.
Kanker payudara HER2-positif merupakan jenis kanker payudara dimana pasien dinyatakan positif protein yang disebut human epidermal growth factor receptor 2 (HER2). Satu dari lima pasien kanker payudara termasuk HER2-positif.
Dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, FINASIM menjelaskan, “HER2 (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2) merupakan protein yang terdapat di permukaan sel yang berfungsi untuk pertumbuhan dan penyebaran sel. Jika jumlah HER2 terlalu banyak dapat mengakibatkan pertumbuhan sel yang cepat dan tidak terkendali. Pada sel kanker HER2 positif maka sel kanker menjadi lebih agresif dan menyebar dengan cepat. Kanker HER2 positif ditemukan pada 15–20% dari kanker payudara dan memiliki prognosis (perjalanan penyakit) yang buruk. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kanker payudara HER2 positif menjadi sangat penting untuk memaksimalkan penanganannya.”
Nyaman, Cepat, dan Hemat Sumber Daya
Berdasarkan studi PHranceSCa, 85% pasien dengan kanker payudara HER2-positif lebih memilih terapi suntik subkutan pertuzumab+trastuzumab dengan dosis tetap dibandingkan pertuzumab+trastuzumab infus, karena merasa lebih nyaman selama pemberian obat dan hemat waktu, walaupun pemberian secara suntik sedikit lebih nyeri. Pengobatan inovatif ini juga menguntungkan bagi tenaga kesehatan karena mengurangi waktu perawatan karena diberikan tanpa rekonstitusi, tanpa pelarutan, tanpa penyesuaian/perhitungan dosis sesuai berat badan pasien dan tanpa akses jalur infus seperti kemoport.
Ketua Indonesia Health Economic Association, InaHEA, sekaligus pengamat farmakoekonomi, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH mengatakan, “Keterbatasan sumber daya kesehatan menuntut dilakukannya berbagai upaya penghematan agar semakin banyak pasien bisa dilayani secara berkualitas.”
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa kehadiran pengobatan inovatif ini sangat menguntungkan bagi pasien, tenaga kesehatan dan rumah sakit. Dari sisi rumah sakit, pengobatan melalui suntikan dapat menghemat sumber daya dengan waktu penanganan pasien berkurang hingga lebih 90% serta penggunaan fasilitas pengobatan yang lebih efisien. Pasien secara ekonomi juga diuntungkan dengan ketersediaan obat ini di Indonesia sehingga tidak perlu mencari pengobatan di luar negeri.
Komitmen Terhadap Inovasi dan Akses Untuk Pasien
Sementara itu, Access, Comms & Health System Value Strategy Director Roche Indonesia, Lucia Erniawati menekankan komitmen Roche untuk terus berinovasi guna menjawab kebutuhan kesehatan pasien yang belum terpenuhi. “Kami di Roche berkomitmen untuk mengubah hidup pasien kanker payudara. Inovasi pengobatan ini merupakan salah satu langkah penting untuk mendefinisikan ulang standar penatalaksanaan pasien dengan kanker payudara HER2-positif yang dapat diberikan secara cepat, nyaman, dan hemat.
Dalam kesempatan yang sama, ketiga narasumber menyerukan pentingnya kerja sama berbagai pemangku kepentingan untuk mengupayakan agar inovasi dalam penatalaksanaan kanker payudara tersebut dapat diakses pasien di Indonesia secara lebih luas melalui sistem jaminan kesehatan. “Kami berkomitmen untuk bekerjasama dengan Pemerintah dan pemangku kepentingan lain, agar inovasi penatalaksanaan kanker bisa diakses oleh pasien di Indonesia sehingga pasien bisa mendapatkan hasil yang lebih baik lagi dan kualitas hidup mereka meningkat,” pungkas Lucia.
Roche dan Perkembangan Pengobatan Kanker Payudara Her2-Positif
Selama lebih dari 30 tahun Roche telah menjadi perusahaan terdepan dalam penelitian dan pengembangan obat yang bekerja pada jalur HER2. Roche berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan, kualitas hidup serta ketahanan hidup pasien baik pada kanker payudara HER2-positif stadium dini maupun stadium lanjut.
Roche sebelumnya telah mengembangkan tiga obat inovatif yang mengubah standar pengobatan kanker payudara HER2-positif yaitu trastuzumab, pertuzumab dan trastuzumab emtansine. Inovasi terbaru dari Roche adalah kombinasi pertuzumab+trastuzumab yang diberikan dalam bentuk suntikan tunggal.
Untuk menentukan apakah seorang pasien perlu obat yang menyasar HER2 ditentukan melalui serangkaian pemeriksaan yang mengidentifikasi apakah seorang pasien bisa mendapatkan manfaat obat dalam penatalaksanaan kankernya.