13 Desember 2024

Marketplus.id – Sistem gotong royong yang dilakukan masyarakat petani di tujuh desa dalam memelihara saluran irigasi di Bendung Bagor yang berada di Desa Juwiring, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, membuat pengairan persawahan tidak lagi pernah kering.

Petani juga bisa menghemat biaya pengairan ratusan ribu per musim panen untuk biaya bahan bakar mesin pompa bor yang selama bertahun tahun digunakan untuk pengairan sawah. Hal itu terjadi karena penyaluran air dari Bendung Bagor ini telah terbagi merata ke seluruh persawahan hingga wilayah hilir. Menurut petani ini merupakan solusi cantik yang sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan pertanian Klaten yang dikenal sebagai sentra padi Jawa Tengah.

Ketua Forum Relawan Irigasi (FRI), Sumartono mengatakan awalnya banyak petani di wilayah hilir Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur yang tidak kebagian air. Hal itu disebabkan karena masyarakat petani di tujuh desa yang ada di Kecamatan Juwiring bisa dengan seenaknya menutup dan membuka saluran air yang ada di Bendung Bagor. “Kondisi itu pun membuat pabrik AQUA Klaten yang bermitra dengan Gita Pertiwi memfasilitasi pembentukan Forum Relawan Irigasi (FRI) untuk membantu pengaturan air dari Bendung Bagor agar terbagi merata ke semua lahan pertanian yang ada di Juwiring,” ujarnya.

Forum Relawan Irigasi yang sudah berdiri hampir dua tahun ini terdiri dari berbagai unsur mulai dari petani pengguna air, camat hingga kepala desa yang ada di Kecamatan Juwiring. Setelah FRI terbentuk, kata Sumartono, semua bersepakat untuk memelihara jaringan saluran irigasi khususnya di daerah irigasi Bagor.Ada juga kesepakatan untuk menangani keluhan petani secara swadaya dan gotong-royong dengan melibatkan tujuh desa. Pembentukan FRI itu dilegalisasi melalui peraturan bersama (Perkades) tujuh desa meliputi Desa Pundungan, Juwiring, Bulurejo, Kwarasan, Kaniban, Tanjung dan Bolopleret, untuk mengelola saluran irigasi secara kolaboratif.

”Dalam perkades bersama itu dituangkan banyak hal. Salah satunya agar setiap desa menerima hak masing-masing dalam pengelolaan saluran irigasi, termasuk melakukan pembersihan sedimen dan sampah di saluran irigasi primer, sekunder dan tersier. Hal itu untuk memastikan air dapat terdistribusi dengan baik hingga ke wilayah hilir yang memiliki panjang 3,6 kilometer,” tukasnya.

Di sisi lain, dalam perkades itu juga menyebutkan agar masing-masing desa memberikan stimulan kepada FRI setiap tahunnya. Hal itu untuk mendukung dalam pengelolaan saluran irigasi yang melintasi 7 desa tersebut. “Kini petani tidak lagi khawatir tidak kebagian air untuk mengairi lahan pertaniannya di musim kemarau sekalipun,” katanya.

Sebenarnya, kata Sumartono, sebelumnya sudah terbentuk Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) yang mengelola irigasi di tingkat desanya masing masing dan Gabungan Paguyuban Petani Pengguna Air (GP3A) dari tujuh desa yang sudah berjalan puluhan tahun. Tapi, menurutnya, di dalamnya memang hanya berisikan petani pengguna air saja. Apalagi selama ini banyak persoalan yang terjadi di tingkat desa. Di mana, desa sendiri tidak mengurus saluran air tersiernya atau petak-petak sawah. Akibatnya, suplai air dari saluran induk sangat kecil karena petaninya malas untuk mengurus dari saluran irigasi.

Dia mencontohkan Desa Bulurejo yang semula wilayahnya saat musim hujan saja harus menyedot air dengan pompa untuk mengairi persawahannya. Banyak petak-petak sawah yang kering karena kekurangan air. Begitu juga dengan Desa Kaniban yang saluran tersiernya banyak yang tersumbat dengan sampah sehingga air tidak bisa mengalir ke petak-petak sawah. “Tapi, sejak terbentuknya FRI, saat musim kemarau saja hanya sedikit petani di Desa Bulurejo yang menyedot air dengan pompa. Kemudian di Desa Kaniban, para petaninya juga sudah mulai membersihkan saluran tersier. Selain membersihkan sedimentasi, 4kami juga memperbaiki plengseng yang ambrol supaya lebih kuat dan fungsional. Artinya, FRI yang baru hampir dua tahun berdiri, hasilnya sudah dirasakan para petani,” ucapnya.

Agus Riyono, anggota FRI dari P3A Desa Bulurejo menambahkan saat ini sudah 90 persen persawahan di desanya yang terairi dari sebelumnya hanya 15 persen saja. “Dengan adanya FRI yang diinisiasi AQUA Klaten dan Gita Pertiwi yang memberikan semangat motivasi dan solusi-solusi cantik. Alhamdulillah, saluran-saluran sekunder kita pun juga bisa tersentuh dan sudah 95 persen saluran tersier kita jalan semua dalam kondisi sehat dan berfungsi,” ucapnya.

Dengan asupan air irigasi yang cukup ke semua persawahan, dia mengatakan kelembaban tanah bisa terjaga dan kesuburan tanaman pun bisa lebih bagus.

Bendung Bagor dibangun tahun 1954 berfungsi untuk mengaliri irigasi sawah petani di hilir. Meski umurnya sudah 67 tahun namun hingga kini bendung tersebut masih berfungsi dengan baik.

Agus Riyono menambahkan, FRI masih memerlukan pendampingan dari pabrik Aqua, karena masih terdapat sedimentasi pada Bendung yang perlu untuk dibersihkan lagi, sehingga aliran air akan lebih baik. Selain itu beberapa saluran tersier juga telah mengalami kerusakan sehingga terdapat petak petak sawah yang mengalami kebocoran dan kelebihan air. “Kami berharap pendampingan ini jangan dihentikan dulu, karena masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti kerusakan saluran tersier dan sedimentasi bendung”, tambahnya.

Sementara itu Rama Zakaria Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten menyampaikan bahwa pihaknya mendukung aksi kolaboratif yang ada.”Secara berkala kami mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergerak bersama. Selain Masyarakat pengguna air seperti petani dan warga desa, dari elemen TNI yaitu Kodim 0723/Klaten dan akademisi juga kita ikut bergerak bersama”, Kata Rama.

“Upaya di hilir ini melengkapi pendekatan komprehensif dari manajemen air kami dari Hulu Merapi hingga di Hilir, di Juwiring ini. Sekali lagi kami tidak bekerja sendiri dan selalu akan mengedepankan semangat kolaborasi dan bersinergi”, tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *