1 Agustus 2025
WhatsApp Image 2025-07-31 at 16.02.55

Marketplus.id – Tahun ini, Sarirasa Group genap berusia 51 tahun. Selama lebih dari setengah abad, perusahaan ini telah menjadi pelopor dalam dunia kuliner Indonesia, menghadirkan kekayaan hidangan Nusantara ke dalam ruang restoran modern melalui berbagai brand ternama seperti Sate Khas Senayan, TeKote, TeSaTe, Gopek, dan Pantura.

Di usianya yang semakin matang, Sarirasa ingin dikenang bukan hanya sebagai penyaji cita rasa otentik, tetapi juga sebagai penjaga warisan budaya dan pegiat keberlanjutan lingkungan.

Sejak tahun 2019, Sarirasa telah melebarkan perannya melalui dua inisiatif strategis: Sarirasa Origin, lini budaya yang bertujuan melestarikan warisan seni dan tekstil Indonesia, serta Sarirasa Tanamula, sebuah program berkelanjutan yang mendorong praktik ramah lingkungan dalam seluruh operasional bisnis Sarirasa Group.

Perayaan ulang tahun ke-51 bukan hanya momen refleksi, tetap juga peneguhan bahwa kuliner mampu menjadi pintu masuk menuju pelestarian budaya sekaligus mengemban tanggung jawab terhadap kelestarian bumi. Sarirasa Origin: Merawat Identitas Melalui Cita, Rasa dan Warna Didirikan pada 2019, Sarirasa Origin lahir dari kesadaran bahwa makanan tidak pernah hadir sendirian—ia selalu datang dengan cerita, nilai dan simbol-simbol tradisi dan budaya.

Sarirasa Origin berupaya mengintegrasikan elemen budaya ke dalam ruang makan, menu serta narasi visual yang dihadirkan kepada pelanggan. S rirasa Origin secara konsisten menghadirkan kolaborasi dengan kurator tekstil, seniman, komunitas budaya, dan pengrajin untuk mempromosikan dan melestarikan kekayaan budaya
Indonesia.

Hingga tengah tahun 2025, Sarirasa Origin telah mempreservasi 2.396 kain tradisional dari seluruh Indonesia, 362 wayang Cina-Jawa, 150 lukisan kaca, lebih dari
300 kepala wayang potehi, serta lebih dari 2.000 koleksi buku—baik kuno maupun terbitan baru.

Sebagian koleksi kain tersebut juga dipamerkan sebagai bagian dari interior di beberapa gerai restoran TeSaTe dan Sate House Senayan, memperkaya pengalaman
bersantap dengan sentuhan visual budaya Indonesia yang otentik.

Tahun 2024, dalam perayaan Sarirasa ke-50, grup ini meluncurkan “Komik Wayang” karya Teguh Santosa. Komik ini tersedia dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia (Komik Riwayat Pandawa) dan bahasa Inggris (Komik Pandawa Story).

Melalui berbagai event spesial, Sarirasa Origini juga telah menyelenggarakan berbagai kolaborasi seni termasuk pameran seperti salah satu diantaranya adalah Pameran “Gemah Ripah” di Atrium Utama Senayan City pada 9 – 11 Agustus 2024 sebagai rangkaian dari perayaan 50 tahun Sarirasa tahun lalu. Pameran-pameran lainnya yang pernah diselenggarakan antara lain: Pameran Kongsi di Museum Nasional, The Fable Cloth of Bali (pameran kain Bali) di Sate House Senayan Canggu, Reflection from The North Coast (pameran lukisan kaca) di Restoran Pantura, dan Canvas of Culture (pameran lukisan) di TeSaTe Plaza Senayan.

Semangat kolaborasi juga terus dibangun, salah satunya adalah kerjasama dengan brand tekstil ternama Pithecanthropus di Sate House Senayan Canggu untuk memproduksi tatakan piring, dan seragam pegawai menggunakan kain batik khas Indonesia.

Selain itu, Sarirasa juga memberikan ruang kepada para seniman Bali melalui pertunjukan tari Bali kontemporer oleh Sanggar Kerta Art dan Wayang Kulit Sam Pek Eng Tay oleh Komunitas Seni Stana Budaya pada saat Soft Opening Sate House Senayan Canggu.

“Kami ingin restoran kami menjadi tempat di mana orang bisa mengenal Indonesia, bukan hanya lewat rasa, tapi juga warna, tekstur, dan kisahnya,” ujar Benny Hadisurjo, CEO Sarirasa Group dan penggagas awal program Sarirasa Origin.

Kolaborasi ini tidak hanya memperkaya pengalaman pelanggan, tapi juga memberikan ruang aktualisasi dan dukungan ekonomi bagi para pelaku budaya lokal, terutama yang selama ini bekerja di balik layar dunia kriya dan tekstil.

Sarirasa Tanamula: Gerakan Hijau Sarirasa dari Dapur hingga Meja Makan

Sejalan dengan kepedulian terhadap budaya, Sarirasa juga menyadari pentingnya tanggung jawab terhadap lingkungan. Melalui program Sarirasa Tanamula, grup ini mengambil langkah-langkah konkrit untuk membangun rantai bisnis kuliner yang lebih berkelanjutan dan sadar lingkungan sejak 2019.

Jakarta menghasilkan rata-rata 8,688.35 ton sampah per hari, dimana 49.8% adalah sampah makanan, 23% sampah plastik dan 17% sampah kertas dan kardus berdasarkan data tahun 2024 Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Sarirasa Tanamula, dengan manajemen limbah terintegrasi, telah berhasil mengelola 90% sampah dari seluruh operasional Sarirasa secara mandiri, terutama menangani tiga sumber sampah utama Kota Jakarta.

Hanya 10% yang masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan ini sebagian besar berasal dari limbah seragam karyawan. Saat ini, Sarirasa terus berupaya mencapai target zero waste, termasuk dengan aktif mencari mitra untuk mengolah limbah tekstil dari seragam tersebut.

Untuk mengatasi sampah makanan, mengingat Jakarta merupakan penyumbang sampah terbesar, Sarirasa Tanamula memanfaatkannya sebagai pakan untuk peternakan belatung Black Soldier Fly (BSF), Maggot. Di sana, sampah tersebut diolah menjadi pakan berprotein tinggi untuk maggot yang kemudian diolah menjadi pakan ayam petelur omega-3.

Sementara itu, sebagai pengganti plastik konvensional, semua gerai Sarirasa menggunakan kemasan biodegradable, termasuk kantong plastik berbahan dasar singkong dan bioplastik untuk pesanan yang bawa pulang, sehingga menghasilkan nol sampah plastik di tempat pembuangan akhir.

Melalui berbagai kemitraan strategis dalam mengelolaan sampah dan limbah ini, Sarirasa Tanamula mengemban misi untuk senantiasa meminimalisir sampah yang dihasilkan dari seluruh operasional Sarirasa Group ke TPA.

Pendekatan praktis dan sirkular restoran ini juga ditunjukkan melalui edukasi berkelanjutan kepada staf dan mitra tentang operasional ramah lingkungan, termasuk pemilahan dan daur ulang sampah. Sarirasa Tanamula secara kreatif menyulap sisa tusuk sate, yang biasanya dibuang setelah disajikan, menjadi produk-produk fungsional, termasuk tatakan gelas minuman, label meja, dekorasi meja, dan banyak lagi. Proses ini dilakukan melalui kolaborasi strategis dengan Boolet, sebuah gerakan yang didedikasikan untuk mengatasi krisis sampah Indonesia melalui pengembangan ekosistem ekonomi sirkular.

“Kami di Sarirasa Tanamula berupaya untuk mengelola sampah dengan benar agar tidak berakhir di landfill, sambil mencari cara untuk mengurangi jumlah sampah yang kami hasilkan. Kami terus bereksperimen, mencari mitra, dan berkolaborasi agar limbah yang ada bisa diolah kembali—bahkan mungkin dijual kembali sebagai produk bernilai. Harapannya, kami bisa mewujudkan zero waste secara bertahap dalam seluruh lini bisnis Sarirasa Group,” ujar Charles Philliipus Siregar, Direktur Sarirasa Tanamula.

Sarirasa percaya bahwa keberlanjutan tidak harus dimulai dari hal besar, melainkan dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang dijalankan secara konsisten—di setiap dapur, meja, dan piring yang mereka layani. Atas upaya ini, pada Januari 2025 Sarirasa Group telah menerima penghargaan Green Achievement dari Greenhope, sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam membangun sistem bisnis kuliner yang lebih ramah lingkungan.

Menyatukan Misi Bisnis, Budaya dan Lingkungan

Dalam setiap hidangan yang disajikan, Sariraswa mampu menyatukan tiga misi besar—bisnis kuliner, pelestarian budaya, dan keberlanjutan lingkungan—dalam satu sistem yang saling menguatkan. Ini terlihat dari bagaimana setiap restoran dalam grup Sarirasa kini membawa identitas yang lebih dari sekadar menu.

Di gerai TeKoTe di Jakarta, para tamu dapat menikmati jamu dalam suasana modern, disajikan di atas tatakan gelas yang terbuat dari batang sate daur ulang—sebuah penghormatan bagi inovasi dan tradisi. Sementara di Sate House Senayan Canggu Bali, para tamu dapat menikmati sate tradisional sambil mengagumi kain tenun Bali yang menghiasi dinding dan alas piring yang terbuat dari sisa kain perca Pithecanthropus. Sarirasa juga membawa filosofi ini ke Belanda melalui Sate House Senayan di mana setiap meja terbuat dari 24.000 tusuk sate yang telah didaur ulang, yang mencerminkan komitmen group ini untuk mengurangi limbah dan merayakan esensi budaya kuliner Indonesia.

“Kami ingin restoran kami menjadi ruang di mana pelanggan bisa makan dengan nikmat, tapi juga merasa terhubung dengan cerita dan nilai yang lebih besar terutama tentang budaya dan keberlanjutan” ujar Benny Hadisurjo, Direktur Sarirasa Group.

Perayaan ulang tahun ke-51 ini menjadi momentum penting untuk menyampaikan pesan bahwa makanan bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang makna. Dan melalui Sarirasa Origin serta Sarirasa Tanamula, grup ini membuktikan bahwa sebuah restoran bisa bertransformasi menjadi ruang edukasi, ruang budaya, sekaligus ruang perubahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *