
Brand building process concept. Paper sheet with quality ideas or plan, cup of coffee and eyeglasses on desk
Marketplus.id – Saat Anda scrolling media sosial kemudian menemukan ada berita viral yang bermunculan seperti selebriti yang mencari istrinya yang hilang, makhluk-makhluk aneh yang berlalulalang di tempat umum, atau mungkin seseorang yang mencari jodoh melalui iklan billboard, secara otomatis perhatian kita akan tersita.
Namun, keledai tidak akan jatuh kedalam lubang yang sama dua kali. Sesaat setelah mengetahui kalau berita-berita tersebut adalah sebuah kampanye iklan, kita kemudian dapat secara cakap menebak manuver viral berikutnya yang bermunculan di media sosial merupakan kampanye belaka.
Menurut ilmu periklanan membawa nama brand agar dikenal oleh masyarakat merupakan langkah awal. Namun tidak semua brand memiliki bajet mumpuni demi mewujudkan strategi marketing tersebut. Karenanya pemilik brand mulai memutar otak demi menemukan cara kreatif dan efektif untuk memasarkan produknya.
Pemasaran dengan strategi ini dimulai pada tahun 1996, ketika sebuah perusahaan startup kecil bernama ‘Hotline’ membutuhkan cara untuk mempromosikan layanan email barunya dengan teknik marketing yang melibatkan informasi organik atau dari mulut ke mulut.
Teknik viral pada masa itu mulai bermunculan bersamaan dengan ketersediaan Internet. Pada era sekarang, hadirnya media sosial bahkan dapat lebih meningkatkan jumlah pesan viral dalam bentuk meme, share, like, dan forward dalam waktu yang lebih singkat. Dan tentu saja, viral menjadi sebuah teknik yang digemari oleh penggiat digital marketing di Indonesia. Bahkan kesuksesan sebuah bisnis kini diukur oleh seberapa luasnya kampanye viral tersebar.
Namun apabila semua brand melakukan hal yang sama, apakah tujuan dari teknik ini untuk membawa nama perusahaan ke tengah masyarakat tetap tercapai?, dan apakah tingkat kesuksesan viral dapat menjadi tolak ukur yang dapat menggambarkan kesuksesan sebuah image brand dan mempengaruhi penjualan?
Menurut Ian Kamil, HOUNIAN Branding Agency, strategi viral marketing memang bisa membuka prospek, namun tidak bisa diimplementasikan untuk semua brand.
“Know what your brand needs, as a brand owner, you always evolve with the current situation, culture and trend but still have to maintain the core brand identity & personality,” ujar Ian Kamil.
Ia juga menambahkan, apabila tidak memiliki dasar branding yang kuat, sebuah perusahaan dapat dengan mudah termakan oleh zaman dan situasi yang kerap berubah. Misalnya situasi pandemik yang terjadi sejak 2020 lalu, beberapa bisnis kemudian terbentur dengan faktor ekonomi serta dihadapkan dengan tantangan perubahan strategi pemasaran.
“Sebagai agency branding, kita harus berfikir dua hingga empat langkah kedepan,” kata Pemilik PT. Hilwani Karunia Unggul yang telah menjalankan bisnis strategi marketingnya selama 4 (empat) tahun di Jakarta.
Ia juga menerangkan, kita dapat menilai sendiri, brand yang memiliki akar kuat, dapat bermanuver dengan baik saat pandemi melanda, misalnya dengan mengadakan acara sosial atau dengan meluncurkan produk baru yang esensial di era Covid lalu. Disini peran sebuah agensi sangat krusial dalam memberikan arahan dan mengatur platform yang tepat demi suksesnya sebuah kampanye. Peran penting lainnya adalah untuk menciptakan sebuah narasi unik dan khas bagi brand dan bisnis Anda. Mengambil petikan dari buku Blue Ocean Strategy,
“Don’t imitate the competition. Set yourself apart. Kini adalah saat yang tepat untuk menorehkan strategi original bagi bisnis Anda,” tutupnya.