12 Juli 2025
Sumber Primaya Hospital Website-

Marketplus.idKanker testis memang tergolong sebagai jenis kanker yang langka, tetapi bukan berarti bisa dianggap sepele. Kanker ini dapat menyerang pria bahkan dari rentang usia produktif 15 hingga 35 tahun.

Data dari Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 menunjukkan bahwa kanker testis secara global mencapai lebih dari 72.040 kasus baru atau kurang dari 1%, dengan tingkat kesembuhan mencapai lebih dari 95% jika dideteksi sejak dini. Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, kesadaran terhadap kanker testis masih tergolong rendah. Hal ini membuat sebagian besar pasien baru datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi sudah lanjut, sehingga tingkat komplikasi dan risiko penyebaran menjadi jauh lebih tinggi.

dr. Syakri Syahrir, Sp.U(K), Spesialis Urologi dari Primaya Hospital Makassar, menegaskan bahwa kanker testis tidak dapat sembuh tanpa penanganan medis. Penanganan dini sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan. “Bahkan pada stadium awal, kanker testis sering kali tidak menunjukkan gejala. Karena itu, penting bagi pria untuk lebih peduli terhadap perubahan pada organ reproduksi mereka,” jelas dr. Syakri.

Testis, atau buah zakar, adalah organ reproduksi pria yang berfungsi memproduksi sperma dan hormon testosteron. Organ ini terletak di dalam skrotum dan menjadi lokasi utama timbulnya kanker testis. Kanker ini berkembang ketika sel-sel abnormal tumbuh tidak terkendali di dalam jaringan testis dan dapat membentuk tumor ganas. Jika tidak ditangani secara tepat, kanker bisa menyebar melalui pembuluh darah atau saluran getah bening menuju paru-paru, tulang, hingga hati.

Terdapat dua tipe utama kanker testis berdasarkan asal sel kankernya. Jenis pertama adalah germ cell tumor, yaitu kanker yang berasal dari sel nutfah—sel yang membentuk sperma. Tipe ini terbagi lagi menjadi dua subtipe, yaitu seminoma dan non-seminoma. Jenis kedua adalah tumor stroma, yang berasal dari jaringan penghasil hormon di dalam testis dan terbagi menjadi tumor sel Sertoli serta tumor sel Leydig.

Sebagian besar kasus kanker testis diduga dipicu oleh mutasi DNA yang menyebabkan terganggunya kontrol pertumbuhan dan kematian sel. Akibatnya, sel-sel abnormal berkembang terus-menerus dan membentuk tumor ganas.

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kanker testis antara lain riwayat keluarga dengan kanker serupa, infeksi HIV, testis yang tidak turun (kriptorkismus), kelainan bawaan pada penis, gangguan perkembangan testis, serta kondisi prakanker yang dikenal sebagai karsinoma in situ.

Gejala awal kanker testis bisa berupa benjolan atau pembesaran pada salah satu testis, nyeri atau ketidaknyamanan di area skrotum, serta penumpukan cairan secara tiba-tiba. Pada beberapa kasus, penderita juga mengalami pembesaran payudara, nyeri punggung bawah, sesak nafas, hingga nyeri tumpul di perut bagian bawah atau selangkangan. Jika gejala tersebut muncul, sangat disarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter spesialis urologi.

Diagnosis kanker testis dilakukan melalui serangkaian prosedur medis, dimulai dari wawancara medis dan pemeriksaan fisik, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang seperti USG skrotum, tes darah untuk penanda tumor, CT scan, PET scan, hingga biopsi. Diagnosis yang akurat sangat penting untuk menentukan jenis dan stadium kanker, serta pendekatan pengobatan yang paling efektif.

Pengobatan kanker testis harus dilakukan secara intensif dan tidak bisa dibiarkan sembuh dengan sendirinya. Metode pengobatan yang umum digunakan antara lain operasi pengangkatan testis atau orkiektomi, kemoterapi untuk menghancurkan sel kanker melalui obat-obatan, dan radioterapi untuk membersihkan sisa sel kanker yang mungkin tertinggal setelah operasi. Terapi ini dapat dilakukan sebelum maupun sesudah tindakan pembedahan, tergantung kondisi pasien.

“Saat ini belum ada metode pencegahan spesifik untuk kanker testis, namun mengurangi faktor risiko serta deteksi dini melalui pemeriksaan rutin dapat membantu menurunkan risiko dan meningkatkan harapan hidup. Pemeriksaan testis secara mandiri dan pemeriksaan rutin ke dokter spesialis urologi dianjurkan, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko.” pungkas dr. Syakri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *