Marketplus.co.id – Memasuki tahun 2021, selain pandemi Covid-19, pemerintah juga akan fokus pada upaya memperluas manufaktur dan investasi dengan mendorong penerapan UU Omnibus dan perjanjian RCEP. Pertumbuhan PDB juga diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan perekonomian global.
Hal tersebut diungkapkan Bank DBS secara resmi saat merilis pandangan terhadap perekonomian Indonesia di tahun 2021 dalam webinar bertajuk “Bank DBS 2021 Regional and Global Economics and Strategy Outlook“.
Paparan yang disampaikan oleh Managing Director and Chief Economist Group Research Bank DBS, Taimur Baig dan Senior Currency Specialist Bank DBS, Philip Wee ini, juga mengungkapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang stabil di angka 14.000-15.000 pada lanskap kondusif. Mengenai Suku Bunga, keadaan saat ini mendukung peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia.
Tahun 2020 didominasi oleh dampak pandemi COVID-19 dimana pemerintah berupaya menyeimbangkan keselamatan masyarakat dengan mata pencaharian mereka. Jumlah kasus di Indonesia termasuk yang tertinggi di kelompok ASEAN-6, dengan angka penderita terakhir terakumulasi melampaui 500.000.
Pada awal tahun ini, pemerintah memilih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan menutup tempat umum, membatasi penggunaan kendaraan umum, dan mengurangi perjalanan antar provinsi, ketimbang menerapkan lockdown penuh. Langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan dampak ekonomi yang mungkin terjadi.
Sementara itu, pemerintah daerah juga menerapkan beberapa langkah-langkah pencegahan di wilayah masing-masing. Hal tersebut membantu memperlambat namun tidak menghentikan penyebaran infeksi. Dengan penerapan berbagai pembatasan, PDB kuartal kedua 2020 menyusut dari -5,3% secara tahunan namun mulai membaik ke angka -3,5% pada kuartal ketiga, kontraksi yang tajam menurut standar historis, namun lebih kecil dari mitra kawasan lain (lihat grafik).
Pemulihan ekonomi kemungkinan berlangsung bertahap
Model in-house DBS GDP Nowcast untuk Indonesia, yang mengulas rangkaian indikator berfrekuensi tinggi (bulanan) guna mengambil keputusan pada kuartal berjalan dan kuartal mendatang secara real time, menunjukkan kontraksi kecil pada kuartal keempat 2020 sebelum kembali naik memasuki tahun 2021.
Untuk 2021, Bank DBS melihat Indonesia mengandalkan konsumsi, restocking perusahaan, dan ekspor netto untuk mendapatkan manfaat dari pelonggaran pembatasan, bersamaan dengan distorsi angka inflasi bulanan (base effect), yang menguntungkan, sementara dukungan fiskal, yang melambat, serta arah kurva pandemi, adalah risiko bagi proyeksi Indonesia. Penjadwalan utang perusahaan dan penundaan klasifikasi kredit macet (NPL) akan memberikan bantuan bagi sistem perbankan dalam waktu dekat. DBS mempertahankan perkiraan pertumbuhan PDB di -2% secara tahunan untuk tahun ini dan 4% untuk 2021.
Persiapan untuk mendorong manufaktur dan investasi
Dalam memasuki 2021, selain pandemi, fokus juga diarahkan pada perluasan manufaktur dan jejak investasi melalui Undang-undang Omnibus yang baru saja disahkan dan finalisasi perjanjian multilateral Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Rupiah juga diperkirakan lebih stabil di kisaran 14.000-15.000 per dolar AS pada 2021 setelah bergejolak pada 2020. Rupiah anjlok 17% menjadi 16.625 per dolar AS pada bulan Maret saat wabah Covid-19 menyebabkan kelangkaan dolar AS secara global. Sedangkan untuk Suku Bunga, nikmati kondisi carry trade (aksi ambil untung dari selisih tingkat suku bunga antar negara) saat ini.
Keadaan saat ini mendukung peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia. Likuiditas global mengalami surplus dengan tingkat margin diskon (discount margin, DM) secara umum rendah walaupun terdapat ledakan optimisme atas vaksin Covid-19. Dengan pemerintah di berbagai negara kemungkinan tidak akan menghentikan kesepakatan (dan kemungkinan tidak memberi sinyal pengetatan hingga akhir 2021) untuk beberapa waktu, pemburu imbal hasil harus mengarahkan pemodal ke dalam aset rupiah, yang belum banyak tersentuh.