Marketplus.id – Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif, mendidik, menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital.
Hal itu diungkapkan, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, dalam membuka Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital untuk wilayah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, (8/6/2021).
Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif-nya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar dampak negatif penggunaan internet.
Rahmat Humala Putra Hasibuan, Ketua Relawan TIK Indonesia Cabang Medan, menerangkan budaya bertutur di dunia digital adalah kebebasan berekspresi, bukan tanpa batas. Hal penting yang perlu disadari manusia dalam memiliki budaya komunikasi atau bertutur di dunia digital yang positif adalah menerapkan sikap cakap bersosialisasi. Seperti kecakapan digital komunikasi yang menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Apapun yang kita posting di internet dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif, baik kepada diri sendiri ataupun orang lain. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk membuat dampak positif dengan bertutur yang baik di internet adalah, seperti sebarkan kebaikan, blokir pembuat masalah dan laporkan pembuat masalah,” ujarnya.
Hal itu dilakukan untuk terhindar berita hoaks, Adi Syafitrah, Mafindo, menerangkan arti kata hoaks mulai digunakan sekitar tahun 1808. Hoaks yang dipercaya berasal dari kata hocus ini mempunyai arti mengelabui. Hocus sendiri adalah penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra dari aksi sulap di atas panggung.
“Banyak masyarakat terkena hoaks karena kurangnya literasi, kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis atau saat menyampaikan pesan kembali yang membuat: hanya membaca judul tanpa isi, hanya percaya sumber tertentu & sepihak, tidak bisa membedakan hoax atau bukan, dan emosional. Serta tidak memahai cara periksa fakta secara sederhana,” paparnya.
Adi mengungkapkan, ciri content hoaks seperti biasanya membangkitkan emosi, sumber berita gak jelas, minta diviralkan / sebar, argumen yang keliatan ilmiah tapi salah, dan artikel menyembunyikan fakta.
“Contoh kasus pada Al Quran / Alkitab kuno ini ditemukan di dasar laut, sudah menjadi karang tapi tetap utuh. padahal itu adalah bukan Al Quran ataupun Alkitab kuno, melainkan kamus yang diselimuti kristal yang ditumbuhkan menggunakan boraks. Ini adalah karya seni buatan seorang seniman Amerika bernama Catherine McEver. ini lah kita harus teliti terhadap konten yang didapat. Semua belum tentu benar dan harus di cek datanya,” paparnya.
Selain Rahmat Humala Putra Hasibuan dan Adi Syafitrah, Webinar Literasi Digital Nasional 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital wilayah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi, ini juga menghadirkan Erick Gafar (Kreator Siberkreasi), dan Ferianto,S.Hut (Relawan TIK Indonesia).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.