7 Oktober 2024

Marketplus.id – Perundungan atau bullying kerap terjadi di Indonesia baik dari bidang pendidikan maupun sosial masyarakat. Bahkan, hal ini menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini tentu perundungan yang terjadi berubah menjadi secara daring (cyberbullying).

Menurut Agus Latif, Konsultan Industri Kecil dan Menengah, perundungan memiliki pemahaman yang luas. Candaan yang dapat dikatakan perundungan adalah ketika terdapat salah satu pihak yang merasa tidak nyaman dan kejadiaan atau perkataan candaan terjadi secara berulang kali.

“Bercanda memang kerap menjadi kedok dari perundungan. Bahkan, sering kali orang dewasa yang mengetahui perundungan terjadi, hanya menganggap bahwa hal tersebut hanya candaan anak dan kenakalan yang wajar,” ungkap Agus, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Agus, Jawa Timur, Senin (22/11/2021).

Ia mengatakan, anak dan orang tua harus memiliki kesepakatan terlebih dahulu mengenai perundungan. Anak dan orang tua perlu menyatukan definisi dan menyepakatinya bersama.

“Orang tua juga harus mau belajar bahwa bentuk-bentuk perundungan berubah seiring bertambahnya zaman. Terlebih di era internet of things yang memungkinkan anak memperluas pergaulan melalui aplikasi online,” terangnya.

Lanjutnya, perundungan memiliki arti yang sangat luas dan didefinisikan dengan beragam. Menurutnya, perubahan perilaku perundungan dari langsung menjadi daring (cyberbullying) bukan sesuatu yang menggembirakan.

“Perundungan secara daring memiliki keterlibatan yang lebih sedikit, tapi dampaknya yang lebih besar dibandingkan dengan perundungan secara langsung. Hal tersebut disebabkan oleh pelaku tidak merasa bersalah karena tidak mengungkapkan identitasnya kepada korban, bisa terjadi kapan dan di mana saja, mudah untuk viral, dan meninggalkan jejak digital,” jelasnya.

Berikut ini 7 jenis dan tingkatan dari cyberbullying, seperti:

  • Flaming atau pertengkaran yang melibatkan kemarahan yang dilakukan via pesan elektronik.
  • Harassment atau melontarkan pesan buruk, ancaman, hinaan yang kejam secara berulang-ulang.
  • Denigration atau tindakan membenci atau menghina seseorang dengan cara mengirim atau memuat rumor yang mengakibatkan rusaknya reputasi seseorang
  • Impersonation atau memalsukan akun dan berpura-pura menjadi orang lain.
  • Revenge porn atau menyebarkan konten pribadi kepada publik.
  • Live streaming child sexual abuse atau memaksakan dengan kekerasan agar anak melakukan hal seksual lalu ditayangkan kepada publik.
  • Child grooming yaitu upaya yang dilakukan seseorang untuk menjalin hubungan dengan maksud untuk memanipulasi, eksploitasi, dan melecehkan seseorang.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Senin (22/11/2021) juga menghadirkan pembicara, Stephanie Olivia (Tenaga Ahli DPR RI), Farisi (Ketua PC IPNU Sampang), Dirga Romadhoni (Konsultan Usaha Kecil dan Menegah), dan Winendi Kusuma Ningrum (Founder Explore Madura) sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *