
Marketplus.id— Penggunaan internet dan media sosial yang kian marak turut membuka potensi akan penyebaran konten negatif semisal pelecehan seksual di dunia digital. Warganet yang bijak diharapkan bisa berpartisipasi aktif untuk menangkal kejahatan siber tersebut, yakni dengan tidak membantu penyebarannya serta melaporkan kepada platform terkait maupun ke aparat penegak hukum.
Demikian mengemuka dalam webinar yang mengangkat tema “Stop di Kamu, Lawan Pelecehan Seksual di Media Digital” di Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (9/9), yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Sebagai narasumber dalam acara tersebut adalah Founder Digimom Indonesia dan Digital Ilustrator Dahlia Febrina; Dosen Universitas Bosowa Makassar & Jawara Internet Sehat 2022 Abdillah SAS S.Kom; dan Mahasiswa FISIP Universitas Hasanuddin sekaligus Tim Inti Mitra Muda UNICEF Indonesia Rendy Saputra.
Menurut Dahlia Febrina, warganet harus senantiasa menjunjung etika ketika berinteraksi di media sosial, misalnya menjaga kesopanan, menggunakan bahasa yang baik, serta tidak memberikan dan menyebarkan konten yang mengandung pornografi ataupun melanggar SARA. Warganet yang bijak juga dapat berpartisipasi secara aktif untuk melaporkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau melanggar hukum ke sejumlah platform digital maupun ke aparat penegak hukum. Ia menambahkan, setiap aktivitas di internet maupun media sosial akan meninggalkan jejak digital yang dapat dilihat oleh orang lain maupun pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga perlu berhati-hati dan dikelola secara baik.
“Tips untuk bijak bermedia sosial dari saya itu ada tiga, yaitu berpikir sebelum bertindak, posting yang penting dan bukan yang penting posting, dan ingatlah bahwa kamu adalah apa-apa yang kamu share di media sosial. Sehingga, jika kamu ingin dicitrakan sebagai yang baik atau sebagai orang buruk itu ada ditanganmu,” kata dia.
Pada sesi kedua, Abdillah menerangkan materi terkait pemahaman dan pengelolaan rekam jejak di era digital. Dia menjelaskan, jejak digital merupakan bukti yang ditinggalkan setelah beraktivitas di internet yang berpotensi untuk dicuri, dilihat, disalin, dicuri, dan dipublikasi, dan diikuti oleh orang lain. Jejak digital akan dapat membentuk citra diri warganet, sehingga apabila buruk tentu bisa merugikan diri sendiri. Ada beberapa risiko apabila jejak digital tidak dikelola secara baik, di antaranya digital explore atau akses bebas oleh pelaku kejahatan setelah mencuri identitas pribadi seseorang, phising atau kejahatan dengan modus manipulasi, serta reputasi profesional menjadi buruk.
“Mengunduh dan mengunggah kembali konten dan video negatif justru akan membuat marak perundungan dan pelecehan seksual di internet. Oleh karena itu, mari membuat media sosial ini sebagai tempat untuk mencari informasi yang bersih. Kemudian, yang perlu digaris bawahi bahwa jejak digital akan tetap ada walaupun telah dihapus oleh pemiliknya. Masyarakat harus berhati-hati akan penyalahgunaan jejak digital yang bisa dimanfaatkan orang kepada hal yang negatif,” imbuhnya.
Rendy Saputra menambahkan, bentuk-bentuk pelecehan seksual di media sosial antara lain, sex texing atau komentar-komentar yang mengarah pada seksualitas, penyuapan seksual atau berupa ancaman pelaku kepada korban, pelecehan visual, body shaming, serta scammer atau tindakan penipu yang menyamar menjadi orang dekat si korban. Oleh sebab itu, warganet harus berhati-hati dalam beraktivitas di media sosial agar tidak menjadi korban ataupun membantu penyebaran konten yang mengarah pada pelecehan seksual. Terdapat sejumlah kiat untuk terhindar dari pelecehan seksual di ranah digital, di antaranya yaitu menjaga akun pribadi dengan kata sandi yang kuat, menjaga kesopanan atau netiket, menjaga penampilan dan hindari pakaian yang terbuka, menghindari obrolan yang berbau pornografi, serta berani melaporkan jika merasa terjadi pelecehan seksual.
“Ketika pelecehan seksual itu terjadi di media sosial, jangan takut untuk melaporkan hal tersebut. Kita adalah kaum muda yang cukup bisa bersuara di media manapun, suara kita sangat mungkin dan perlu untuk didengarkan oleh orang banyak. Sehingga, hal tersebut akan dapat mengubah apa-apa yang memang harus kita ubah di era sekarang ini,” pesannya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial @Kemenkominfo dan @Siberkreasi.