Marketplus.id – Perlunya memiliki asuransi jiwa dan kesehatan senantiasa digiatkan oleh para pelaku asuransi demi menjaga ketahanan finansial keluarga Indonesia. Bagi sebagian masyarakat kesadaran ini meningkat sejak pandemi covid-19 setelah sebagian orang merasakan mahalnya biaya pengobatan dan kematian yang dapat terjadi dengan cepat sehingga dirasa perlu segera memiliki asuransi.
Namun, kata Faculty Head of Sequis Training Academy of Excellence Samuji, MPD, CFP, CPC, kesadaran perlunya berasuransi tidak serta merta dibarengi dengan pengetahuan yang memadai tentang polis asuransi sehingga saat mengajukan klaim berpotensi ditolak. Tentu ini dapat menyebabkan kekecewaan dan membuat nasabah menutup polis asuransinya. Salah satu hal yang sering kurang dipahami adalah soal Free Look period.
Free Look period adalah jangka waktu yang diberikan oleh perusahaan asuransi bagi Nasabah (Pemegang Polis) untuk mempelajari isi polis. Apakah nasabah setuju dengan data, syarat, dan ketentuan yang ada pada polis dan akan melanjutkan atau membatalkan polis tersebut. Dalam bahasa Indonesia disebut Masa Mempelajari Polis.
Nasabah dapat membatalkan polis jika dirasa tidak setuju dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam isi polis. Jika nasabah bermaksud membatalkan maka harus disertai dengan surat pernyataan pembatalan polis dan mengembalikan polis asli ke perusahaan asuransi. Nantinya, perusahaan asuransi akan mengembalikan premi pertama yang dibayarkan oleh nasabah setelah dikurangi biaya administrasi (tidak terbatas pada biaya medis, biaya cetak buku polis, dan biaya lainnya jika ada).
Sebaliknya, bila nasabah setuju maka nasabah hanya wajib membayar premi tepat waktu agar perlindungan asuransi tetap berlaku. Jika nasabah tidak merespon secara tertulis hingga waktu Free Look period berakhir maka nasabah dianggap setuju dengan seluruh manfaat, pengecualian serta syarat dan ketentuan dalam polis asuransi.
“Saat Anda mengajukan asuransi akan diminta mengisi formulir Surat Pengajuan Asuransi (SPA). Kemudian, SPA ini dianalisa melalui proses penilaian underwriting yang hasilnya dapat berbeda pada setiap nasabah. Jika dinyatakan lulus, perusahaan asuransi akan menerbitkan polis dan mengirimkannya pada nasabah. Dari masa penerbitan polis, nasabah akan diberikan periode waktu untuk mempelajari polis. Kemudian dari keputusan nasabah tersebut akan diketahui apakah nasabah akan melanjutkan tahapan untuk tetap mendapatkan perlindungan atau tidak,”sebut Samuji.
Free Look period dapat berbeda pada setiap perusahaan asuransi, ada yang 14 hari hingga 21 hari. Informasi ini biasanya diberitahukan oleh tenaga pemasar dan tercantum juga dalam informasi tambahan yang disertakan dalam polis. Nasabah disarankan memaksimalkan waktu ini untuk mempelajari pasal-pasal dalam perjanjian polis (klausul) dan data finansial, seperti jumlah premi, biaya dan Uang Pertanggungan (UP). Teliti juga informasi terkait data administrasi dari Pemegang Polis, Tertanggung dan Ahli Waris, seperti penulisan nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekening dan kelengkapan kontak nasabah. Bila penulisan tidak tepat, nasabah bisa mengajukan perubahan.
“Mempelajari isi polis bisa jadi bukan sesuatu yang menarik. Apalagi, bagi nasabah yang sibuk. Namun, sebaiknya tetap dilakukan oleh Pemegang Polis karena bermanfaat jika suatu hari akan mengajukan klaim. Demikian juga perlu meneliti data administrasi agar data nasabah valid dan cocok saat proses pengajuan klaim. Jika saat mempelajari polis, ada yang dirasa sulit dipahami, nasabah dapat menghubungi agen asuransi atau customer care dari perusahaan asuransi untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut,” imbuh Samuji.
Samuji menjelaskan lebih lanjut alasan pentingnya memanfaatkan Free Look period dalam proses klaim. Misalnya, saat mengajukan klaim reimbursement, nasabah akan diminta mengisi sejumlah formulir terkait perawatan medis, data ini akan dicocokkan oleh Penanggung (perusahaan asuransi) dengan data Tertanggung pada polis. Jika semua syarat administratif terpenuhi dan sesuai ketentuan polis pastinya perusahaan asuransi akan melaksanakan kewajiban pembayaran klaimnya. Demikian juga saat Ahli Waris mengajukan UP dari polis asuransi jiwa, Penanggung akan melakukan pemeriksaan apakah syarat klaim terpenuhi, misalnya jika ternyata Tertanggung meninggal karena narkotika maka klaim tersebut tentu tidak dapat dilanjutkan karena masuk dalam pengecualian polis.
“Dengan mempelajari isi polis secara detail maka nasabah akan terhindar dari kemungkinan penolakan klaim karena nasabah sudah mengerti syarat-syarat untuk mendapatkan manfaat polis, cara mengajukan klaim, mengetahui apa saja yang ditanggung dan dikecualikan dalam polis termasuk ada tidaknya pre-existing condition (penyakit yang sudah ada sebelum memiliki polis tapi tidak dinyatakan dalam SPA) sehingga manfaat asuransi tidak bisa di klaim. Nasabah juga mengetahui biaya apa saja dan berapa jumlahnya yang dibebankan pada premi asuransi, berapa lama masa pengajuan klaim dari waktu yang tercantum pada kwitansi rumah sakit serta mengetahui adanya waiting period sebelum mengajukan klaim,” sebut Samuji.
Menutup penjelasannya, Samuji mengatakan Sequis sebagai perusahaan asuransi jiwa dan kesehatan senantiasa menjalankan komitmennya melindungi nasabah melalui pembayaran klaim. Hal ini terbukti dari data klaim pada kuartal 3 tahun 2022, klaim dan manfaat yang dibayarkan oleh Sequis Life sebesar Rp938,6 miliar dan anak perusahaannya Sequis Financial sebesar Rp26,9 miliar. Khusus klaim kesehatan pada periode berjalan (year to date) September 2022, Sequis Life telah membayarkan klaim dan manfaat sebesar lebih dari Rp310 miliar untuk klaim kesehatan yang 74,8% nys berasal dari klaim kesehatan cashless.