14 Desember 2024

Marketplus.idIndonesia Police Watch (IPW) mendesak Menkopolhukam Mahfud MD turun tangan terkait adanya pengambil-alihan secara paksa (hostile take over) oleh mafia tambang dengan menggunakan prosedur hukum yang menyimpang.

Pasalnya, “pencaplokan” itu terjadi atas  perusahaan tambang pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) yang diduga dilakukan pengusaha Zainal Abidinsyah Siregar yang kemudian  berkolaborasi dengan pengusaha besar berinisial SAA alias haji I .

Mereka, bermain di celah-celah prosedur hukum secara sitematis dan terstruktur dengan melibatkan Notaris, Polri, Kementerian Hukum dan HAM serta dunia peradilan untuk menaklukkan pemegang IUP, PT CLM.

Pengambilan secara paksa (hostile take over) dimulai dengan perbuatan hukum Zaenal Abidinsyah Siregar sebagai Direktur PT Aserra Mineralindo Investama (PT AMI), yang dibantu dengan Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini melalui pembuatan Akta Nomor 6 Tanggal 24 Agustus 2022 yang mengambil alih 100 persen saham PT APMR.

Padahal Putusan BANI  memerintahkan PT APMR hanya wajib mengalihkan atas pemilikan saham 50 persen PT APMR dari 100 persen saham yang berjumlah 200 lembar saham.

Sehingga dengan penguasaan 100 persen saham PT AMI melalui Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini, terdapat peristiwa hukum penggelapan saham dan memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik karena Putusan BANI Nomor: 43006/I/ARB/BANI/2020 Tanggal 24 Mei 2021, yang isinya mewajibkan pemegang saham PT APMR yakni Thomas Azali dan Ruskin melaksanakan pengalihan atas 50 persen saham kepada PT AMI dengan kewajiban memberikan 50 persen profit dari penghasilan produksi PT CLM senilai Rp 7,8 Milyar.

Sepak terjang PT AMI kemudian berlanjut dengan diterbitkannya Akta Notaris Nomor 6 tanggal 13 September 2022 yang meningkatkan saham milik PT AMI di PT APMR menjadi 500 persen dengan dasar putusan BANI dan Akta Nomor 6 tanggal 24 Agustus 2022. Padahal, putusan BANI tidak pernah menyebutkan adanya peningkatan saham menjadi 500 persen.

Akrobat hukum PT AMI ini secara nyata terdapat dalam akta Nomor 6 tanggal 13 September 2022 sebagaimana disebutkan dalam halaman 10 akta tersebut. Dimana, setelah mengalihkan dan merebut seluruh saham dengan menghilangkan saham Thomas Azali dan Ruskin, kemudian seolah-olah dikembalikan 50 persen, lalu diterbitkan kembali 400 lembar saham.

Dalam kasus ini, IPW menilai dugaan memasukan keterangan yang palsu  di dalam akta otentik tersebut diperkuat dengan adanya putusan dari Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan tanggal 17 November 2022. Pasalnya, fakta yang ditemukan, Majelis Pengawas Daerah pada poin 7 menyatakan: “salah satu Putusan BANI tersebut adalah wajib melaksanakan pengalihan atas kepemilikan  50 persen saham PT APMR dengan cara penerbitan saham baru PT AMPR”. Kendati poin 5 Majelis Pengawas Daerah menyebutkan: “Notaris Terlapor dapat diduga berpihak pada salah satu pihak sehingga menjalankan saja permintaan untuk pembuatan akta Nomor 06 tanggal 13 September 2022 yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar pada pihak lain”. Serta disebutkan juga dalam  Putusan MPD Notaris Jakarta Selatan tersebut “Notaris Terlapor telah melanggar Kode Etik Jabatan Notaris pasal 3 angka 4 yang berbunyi ; Berperilaku jujur,tidak berpihak, amanah, seksama,penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang undangan dan isi sumpah jabatan Notaris”.

Hal ini terlihat bahwa dalam Akta Nomor 06 tanggal 13 September 2022 tersebut, nyatanya saham PT AMI meningkat sampai dengan 1.000 lembar (500 persen) dari saham awal yang totalnya 200 lembar saham.

Peningkatan saham dan pengambil-alihan perusahaan PT APMR (pemegang saham 85 persen PT CLM) secara melawan hukum itu berlanjut, ketika PT AMI melalui Akta Nomor 01 tanggal 3 November 2022 dilakukan penerbitan Saham baru PT CLM dimana kemudian porsi saham sebanyak 7.803 saham diambil oleh PT Ferolindo Mineral Nusantara. Berdasarkan data dari Ditjen AHU Kemenkumham, profil perusahaan PT Ferolindo Mineral Nusantara, pada saat dibuatnya Akta  Nomor 01 tanggal 3 November 2022 pemegang sahamnya ada dua orang yaitu Haji Samsudin Andi Arsyad (pengusaha besar) dan satu orang lagi adalah sebagai pihak yang terafiliasi langsung dengan salah satu petinggi Polri di Mabes Polri. Kendati, setelah kasus ini mencuat ke publik pihak yang terafiliasi dengan petinggi Polri itu mengalihkan kepemilikan sahamnya.

Namun akibat adanya kekuatan pengusaha besar dan pihak yang terafiliasi langsung dengan petinggi polri tersebut diduga Menteri Hukum dan HAM Cq. Ditjen AHU melakukan tindakan unprofesional yang mengarah kepada penyalahgunaan wewenang. Hal itu terlihat dengan adanya keberpihakan dirjen AHU yang membuka blokir atas permintaan PT AMI sebagai pemegang saham baru padahal belum mendapat pengesahan badan hukum serta menerbitkan pengesahan susunan pemegang saham dan direksi baru PT APMR berdasarkan akta 06 tanggal 24 Agustus 2022 dan akta 06 tanggal 13 September 2022 yang secara mareriil bertentangan dengan putusan BANI serta putusan Majelis Pengawas Daerah Notaris.

Bahkan dengan kekuatan besar itu, PT AMI dapat  menggerakkan oknum-oknum kepolisian untuk melakukan pengambil- alihan paksa tambang pada tanggal 5 November 2022 . Melalui oknum Polda Sulawesi Selatan, Polres Luwu Timur dan Bareskrim Polri diduga dilakukan upaya  kriminalisasi kepada pengurus Lama PT CLM (Helmut Hermawan dan Freddy Napitupulu) melalui enam Laporan Polisi.

Oleh karena itu, sesuai dengan arahan Presiden bahwa investor harus dilindungi maka IPW mendesak Menkopolhukam Mahfud MD untuk turun tangan mengatasi pengambil-alihan secara paksa (hostile take over) oleh mafia tambang dengan menggunakan prosedur hukum yang menyimpang. Disamping menghilangkan budaya kriminalisasi oleh aparat penegak hukum.

IPW berharap Menkopolhukam dapat menempatkan pada posisinya prinsip bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan Negara Hukum seolah-olah.

 

 

 

Notaris Dituding Langgar Kode Etik dalam Kisruh Saham CLM

Marketplus.co.id – Dalam praktik hostile take over yang terjadi pada PT Citra Lampia Mandiri (CLM), ada peran notaris bernama Oktaviana Kusuma Anggraini dalam  perubahan akta yang digunakan kubu Zainal Abidinsyah Siregar sebagai legitimasi untuk menyerobot lahan tambang dan menguasai perusahaan.

Atas perilaku tersebut, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan telah menyatakan bahwa Notaris Oktaviana melanggar kode etik jabatan notaris dan direkomendasikan untuk mendapatkan pembinaan.

Notaris Oktaviana adalah notaris yang membuat akta Nomor 06 tanggal 24 Agustus 2022 yang mengubah data PT APMR berupa pengalihan 195 saham milik Thomas Azali  menjadi seluruhnya milik PT Aserra Mineralindo Investama (PT AMI). Serta membuat akta Nomor 06 tertanggal  13 September 2022, yang mengubah alamat perseroan serta menggelembungkan saham PT AMI dari 200 saham menjadi 1.000 saham.

Perubahan Anggaran Dasar tersebut kemudian dilaporkan oleh Notaris Oktaviana ke Dirjen AHU-Kemenkumham RI dan diterima dengan surat No. AH-AH.01.09-0054341 tertanggal 13 September 2022 dan merupakan perubahan ke 13 dalam Sistem Administrasi Hukum (SABH)-AHU Kemenkumham RI.

Faktanya, seperti diungkapkan Thomas Azali,  selaku pemegang saham ia tidak pernah memberikan kuasa, menghadiri RUPS dan/atau menerima undangan RUPS, menghadap dan menandatangani minuta akta di hadapan notaris Oktaviana tersebut.

Terlebih lagi, ia juga tidak pernah menandatangani dokumen pembelian/penerimaan pengalihan dan/atau kuasa untuk membeli/menerima pengalihan saham-saham kepada pemberi kuasa dari PT Aserra Mineralindo Investama (PT AMI).

Atas kejadian tersebut, Thomas sebenarnya telah bersurat kepada notaris Oktaviana untuk mendapatkan/meminta salinan kedua atas akta-akta tersebut. Karena sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 54 UU Jabatan Notaris, di mana pemberi kuasa selaku pihak yang berkaitan langsung dengan akta  yang dibuat oleh notaris tersebut berhak untuk mendapatkan salinan akta-akta tersebut dan dokumen-dokumen lain yang menjadi dasar pembuatan akta.

Namun notaris Oktaviana menolak dengan alasan memerlukan ijin direktur perusahaan. Thomas sendiri mendapatkan informasi tentang perubahan data perseroan tersebut setelah mengakses Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dari Situs Dirjen AHU-Kemenkumham RI.

Dilaporkan kepada Majelis Pengawas Notaris

Thomas kemudian melaporkan Oktaviana, sebagai Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan kepada Majelis Pengawas Notaris Daerah pada 26 September 2022.  Melalui laporan tersebut, Thomas selaku pemegang saham yang sah pada PT APMR mengadukan terjadinya peralihan kepemilikan saham mereka kepada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Thomas memperkarakan Oktaviana yang dipandang tidak cermat dan tidak hati-hati dalam pembuatan  Akta nomor 06 tanggal 24 Agustus 2022 dan  13 September 2022, dengan berlandaskan Putusan BANI Np.43006/I/ARB-BANI/2020 tertanggal 24 Mei 2021 dan Penetapan PN. No.49/Eks.Arb/2021/PN.Jkt.Sel. Apalagi dalam akta tanggal 13 September 2022, Oktaviana telah meningkatkan saham PT AMI sampai 500% hingga jumlahnya menjadi 1.000 lembar dari total awal yang hanya 200 lembar.

“Terlapor memang membuat akta tersebut untuk melaksanakan keputusan BANI, tapi tidak teliti dan tidak mencermati besaran maksimal prosentase saham  yang diputuskan dalam poin keputusan BANI tersebut. Mestinya sebagai notaris, Oktaviana tidak serta merta membuat Akta Nomor 06, 24 Agustus 2022 dan  13 September 2022 apabila keputusan Pemegang Saham Sirkuler tersebut tidak ada dasar hukumnya,” ujar Thomas.

Atas pelaporan tersebut, Majelis Pemeriksa Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan yang diketuai Amriyati Amin, SH, MM telah melakukan pemeriksaan kepada kedua pihak pada 7 November 2022 dan mendapatkan beberapa fakta dalam persidangan. Antara lain, ketidaksediaan Oktaviana untuk bertemu dengan Thomas guna membicarakan masalah tersebut walaupun sudah didatangi berulang kali.

Selain itu surat permohonan salinan akta yang dilayangkan Thomas juga tidak dikabulkan dengan alasan Thomas sudah bukan direktur utama, melalui pencopotan yang tidak diketahui Thomas. Padahal,  kalaupun bukan lagi pada posisi direktur utama, Thomas masih merupakan pemegang saham walau telah terjadi delusi (penurunan) prosentase saham mereka.

Tidak hanya dirugikan secara materiil  melalui pengalihan saham yang disebut tidak bertanggung jawab, Majelis Pemeriksa juga menemukan fakta bahwa di lapangan, PT AMI juga melakukan intimidasi di area proyek, sementara pelapor masih merupakan pemegang saham PT APMR.

Langgar Kode Etik Notaris

Dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan dan fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan, baik terhadap pelapor (Thomas Azali) maupun terlapor (notaris Oktaviana), Majelis Pemeriksa berpendapat bahwa notaris  Oktaviana telah bertindak tidak hati-hati dalam menerima pembuatan akta pernyataan Keputusan Pemegang Saham yang isinya bisa merugikan salah satu pihak.

Selain itu, Notaris Oktaviana juga diduga berpihak kepada salah satu sehingga menjalankan saja permintaan untuk pembuatan akta Nomor 06 tanggal 24 Agustus 2022 dan 13 September 2022 yang mengakibatkan kerugian sangat besar bagi pihak lain. Padahal sebagai pejabat umum, menurut Majelis Pemeriksa, notaris wajib bersikap netral dan tidak berpihak walau permohonan pembuatan akta diajukan oleh pihak lainnya.

Majelis juga menyayangkan ketidaksediaan notaris Oktaviana untuk bertemu langsung dengan Thomas guna menjelaskan apa dasar pembuatan akta tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, sesuai kewenangan Majelis Pemeriksa Notaris dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2014, pada tanggal 17 November 2022, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan menyatakan bahwa Notaris Oktaviana sudah melanggar kode etik jabatan Notaris.  Pelanggaran terjadi pada pasal 3 angka 4 yakni dalam hal berperilaku  jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, saksama, penuh rasa tanggungjawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris.

Atas pelanggaran kode etik tersebut, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Selatan merekomendasikan bahwa notaris Oktaviana perlu mendapakan pembinaan.  Selanjutnya Majelis Pengawas Daerah ini menyerahkan keputusan kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) DKI Jakarta untuk memeriksa dan memutuskan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *