Marketplus.id — Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, Kamis, 16 Maret 2023, di Jawa Barat.
Tema yang diangkat adalah “Pinjol Dahulu, Sengsara Kemudian” dengan menghadirkan narasumber Relawan TIK Kota Sukabumi dan ICT Watch Defira NC; Content Writer Luqman Hakim Bruno; dan Dosen Universitas Bali Internasional Komang Tri Werthi.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00.
Dalam merespons hal tersebut, Kemenkominfo menyelenggarakan “Workshop Literasi Digital” dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang memberikan sambutan secara daring menyampaikan bahwa selain membangun infrastruktur digital, pusat-pusat data, dan telekomunikasi di seluruh Indonesia. Kemenkominfo juga secara langsung mengadakan sekolah vokasi untuk menghasilkan tenaga kerja yang bertalenta digital.
“Kemenkominfo menyiapkan program-program pelatihan digital pada tiga level, yaitu Digital Leadership Academy yang merupakan program sekolah vokasi dan pelatihan yang diikuti oleh 200-300 orang per tahun bekerja sama dengan delapan universitas ternama di dunia. Digital Talent Scholarship sebagai program beasiswa bagi anak muda yang ingin meningkatkan kemampuan dan bakat digital. Dan yang terakhir Workshop Literasi Digital yang dapat diikuti secara gratis bagi seluruh masyarakat di Indonesia,” tutur Johnny.
Dalam paparannya, Defira NC menguraikan bahwa perkembangan teknologi digital yang pesat telah merambah ke sektor keuangan yang dikenal sebagai teknologi finansial (tekfin). Ragam tekfin bermacam-macam, mulai dari dompet digital (e-wallet), uang elektronik (e-money), pinjaman antarpihak (peer to peer lending), maupun urun dana (securities crowdfunding). Khusus peer to peer lending dikenal juga dengan istilah pinjaman online atau pinjol, yaitu sebuah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam secara langsung melalui sistem elektronik.
“Beberapa ciri pinjol adalah syarat yang diberlakukan mudah dan prosesnya bisa sangat cepat, risiko kredit ditanggung pemilik dana, bunga yang diberikan lebih tinggi dari ketetapan pemerintah, serta praktik ini tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),” kata Defira.
Menurut Defira, pinjol banyak menyasar kalangan anak muda dengan menjanjikan kemudahan pinjaman. Di satu sisi, anak muda banyak yang berbudaya konsumtif yang kadang membutuhkan dana segar dalam waktu singkat. Apalagi, pinjol memberi iming-iming kemudahan pencairan dana dan tenor pinjaman hingga puluhan juta rupiah.
Komang Tri Werthi mengingatkan, di balik kemudahan yang ditawarkan pinjol, ada sisi buruknya, terutama oleh pinjol ilegal atau yang operasinya belum berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Beberapa ciri pinjol ilegal adalah menawarkan bunga atau fee yang sangat tinggi; tidak memiliki layanan pengaduan konsumen; serta meminta akses data pribadi yang dimiliki konsumen di ponsel mereka ketika mengunduh aplikasi pinjol ilegal tersebut.
“Apabila telat membayar cicilan utang ke pinjol ilegal, konsumen (peminjam) akan diteror dan diintimidasi oleh penagih utang atau debt collector. Ini sangat meresahkan karena terkadang data pribadi peminjam yang tersimpan di ponsel mereka dibocorkan,” kata Komang.
Hingga Oktober 2021, imbuh Komang, terdapat pelanggaran ringan sebanyak 10.441 pelanggaran yang dilakukan pinjol ilegal. Sementara jumlah pelanggaran berat mencapai 9.270 pelanggaran. Tak heran, OJK telah berulang kali memblokir situs atau aplikasi pinjol ilegal lantaran banyak melanggar ketentuan pemerintah. Pada 2019 lalu, sebanyak 1.493 aplikasi pinjol yang diblokir dan di 2020 sebanyak 1.026 aplikasi. Lalu di 2021 ada 593 aplikasi pinjol yang diblokir OJK.
Luqman Hakim Bruno menjelaskan bahwa praktik pinjol ilegal kerap meresahkan masyarakat lantaran berbagai pelanggaran yang mereka lakukan. Contohnya adalah menyebarkan data pribadi si peminjam atau bunga pinjaman yang terlampau tinggi. Di samping itu, pemanfaatan pinjol ilegal lewat aplikasi yang diunduh berpotensi menimbulkan masalah peretasan data, seperti malware, phishing, atau spamming.
“Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan jasa pinjol resmi yang sudah terdaftar di OJK dan pastikan data pribadi tersimpan dan terlindungi dengan aman. Hindari pula mengunggah data pribadi ke media sosial,” tuturnya.
Workshop Literasi Digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.