21 Januari 2025
WhatsApp Image 2021-05-31 at 23.57.01

Marketplus.idDunia internet merupakan tempat yang bebas karena bisa diakses oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. Tak terkecuali anak remaja yang sudah mengerti teknologi.

Tidak semua hal yang ada di internet bisa menimbulkan efek positif. Seperti pornografi, kekerasan dan kejahatan seksual telah mengalami pergeseran dari “offline” menjadi “online”.

Literasi digital orang tua dan anak perlu dilakukan sebagai upaya untuk menekan dampak negatif internet, utamanya yang hingga melanggar hukum, dan memaksimalkan potensi pada internet.

Selain itu, munculnya media sosial dan jejaring sosial telah memasuki dan merambah generasi muda. Mereka bahkan sangat mahir dan akrab dengan gadget. Interaksi dengan gawainya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, gawai alias gadget tidak dapat lepas dari tangannya.

Banyak di antara mereka yang memanfaatkan gawai hanya untuk bermain, chatting melalui jejaring sosial. Bahkan, untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma seperti menonton film-film dewasa, mengikuti game online yang berbau judi, dan sebagainya.

Kali ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi mengadakan Webinar Literasi Digital untuk wilayah Bangkalan, Jawa Timur (31/5/2021).

Menurut Emy Susanti, Ketua Pusat Studi Gender & Inklusi Sosial Universitas Airlangga, akses teknologi sangat pesat menyebabkan akses pornografi sangat tinggi. Hal ini membuat peran orang tua sangatlah besar. Karena di era digital ini anak-anak dan remaja sangat peka untuk mencari konten-konten porno. Di mana secara tidak langsung konten-konten pornografi ditampilkan dalam apapun, seperti jualan mobil tapi dengan model perempuan berpakaian minim.

“Kedepannya kita harus membicarakan literasi pornografi dalam literasi digital dalam persepsi gender. Sehingga sangat diperlukan peran pemerintah dalam undang-undang ITE. Sangat penting untuk melindungi masyarakat terutama perempuan dan anak-anak,” paparnya.

Emy menambahkan, pornografi yang tanpa edukasi membawa dampak buruk pada remaja. Untuk itu perlu adanya intervensi untuk mengurangi potensi bahaya. Diperlukan upaya literasi pornografi sebagai pendekatan pengurangan dampak buruk dengan pendidikan seks sejak dini.

“Tujuan utama dari pendekatan literasi pornografi adalah untuk mengajarkan keterampilan remaja untuk menganalisis secara kritis pesan-pesan dalam pornografi. Untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang risiko pemaparan dan untuk mendorong bersikap kritis dalam melihat konten dan pesannya,” ujar Emy.

Dampak negatif perkembangan digital bukan hanya dari sisi pornografi namun juga dari sisi moral.

Hal ini diungkapkan Ekta Maghfiroh seorang guru Sekolah menengah Atas (SMA) yang menjadi KOL dalam Webinar Literasi Digital kabupaten Bangkalan kali ini.

Ekta menjelaskan pergeseran moral saat ini sudah sangat terlihat khususnya pada generasi muda. Contoh sederhana dapat dilihat dari cara mereka cara chat dengan cara yang kurang sopan. Padahal kalau dahulu kita sangat menghormati guru, sekarang siswa seperti menggampangkan.

“Kejadian terjadi ada salah satu siswa saya chat ke saya dengan hanya huruf p saja. Keesokan harinya saya bertemu dengan siswa tersebut langsung saya tanyakan maksud kamu chat huruf P apa? Kata siswa tersebut adalah memanggil saya. Langsung saya tegur kenapa tidak chat assalamualaikum atau menyebutkan nama. Dengan berkembangkannya teknologi sehingga terjadi pergeseran moral,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *