8 Oktober 2024

Marketplus.idLiterasi digital sering dianggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Tidak juga sedikit yang beranggapan bahwa penguasaan teknologi yang mumpuni sebagai tolak ukur literasi digital. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Tetapi juga kemampuan menggunakan media dengan penuh tanggung jawab.

Perkembangan teknologi informasi dan pandemi covid-19 memaksa dunia dan indonesia mengadaptasi gaya hidup baru yang mengandalkan dukungan teknologi internet. Perubahan ini menghasilkan lonjakan jumlah pengguna sekaligus juga meningkatkan risiko keamanan digital.

“Masyarakat Indonesia harus meminimalkan konten negatif dan membanjiri ruang digital dengan konten-konten positif. Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital,” kata Presiden Joko Widodo, dalam sambutan pembukaan persatuan dan kesatuan bangsa dengan melakukan literasi digital harus terus dilakukan. Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi mengadakan Webinar Literasi Digital untuk wilayah Jawa Timur, Mojokerto (31/5/2021).

Lanjut Presiden Joko Widodo, literasi digital akan mendorong ke arah yang positif, meningkatnya produktifitas pembelajaran jarak jauh mendorong kegiatan sosial, dan masih banyak lainnya.

Literasi digital dalam copywriting di media social, Dr. Fachrul Kurniawan, Senior Lecture specializing in Smart City and Big Data Analytic – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, menjelaskan, copywriting di media sosial untuk bisnis dan komunikasi khususnya iklan yang baik tidak perlu panjang lebar tapi menarik.

Copywtiring dalam bisnis bisa berpengaruh dengan hasil yang didapatkan. Karena seringkali iklan yang gagal bukan karena setting iklan yang jelek melainkan isi kalimat iklan yang kurang memenuhi harapan pasar. Efek konten yang baik bisa menarik perhatian, menimbulkan ketertarikan, menimbulkan keinginan, menciptakan keyakinan dan menimbulkan tindakan,” ungkap Fachrul.

Novianto Puji Raharjo, S.Kom M.I.Kom, Direktur Eksekutif  – TIK Cerdas, mengatakan, agar lebih cerdas dalam jejak digital, tumbuhkan konten positif bermanfaat serta yang tidak bersifat provokatif, lakukan self filtering terhadap data yang dipublikasi di dunia maya dan melakukan dialog dan kerjasama dengan para pemangku kepentingan.

“Kesalahan kita di dunia maya selama intelek masih ada di muka bumi, maka selama itulah cacat kita akan tetap terekam. Kalau kita aksinya jelek dan menjadi inspirasi kejelekan orang lain, kita akan mendapatkan multilevel dosa dan kesalahan. Cerdas untuk melangkah, dunia maya dan nyata itu tidak ada bedanya,” ujar Novianto.

Fariz Hambali, CEO FHAM Group, menerangkan, dengan e-commerce merupakan aktivitas penyebaran, penjualan, pembelian, pemasaran produk (barang dan jasa), dengan memanfaatkan jaringan internet. Meskipun konsumen dan penjual tidak bertemu langsung, transaksi tetap berjalan lancar. Dengan kata lain, e-commerce menawarkan kemudahan dalam berbelanja secara online. Tapi banyak yang belum melek akan e-commerce.

“Kebanyakan orang cenderung malas, karena kecenderungannya gadget yang dimiliki hanya  untuk main bukan untuk jualan. Seharusnya masyarakat bisa memanfaatkan teknologi dengan banyaknya e-commerce yang tersedia. Semua bisa dengan mudah membuka toko sendiri dan juga berjualan dan melakukan transaksi. Strategi e-commerce banyak yang bisa diterapkan. Seperti website dengan SEO dan SEF serta marketplace dunia seperti alibaba dan amazon, marketing collaboration, dan juga pahami metode pembayaran seperti paypal, kartu kredit dll,” tuturnya.

“Kita mempunyai kewajiban menyampaikan informasi berdasarkan fakta, infomasi harus dikoscek, tidak mengandung SARA, pornografi, kekerasan serta bersifat organik (bahasa soft-selling). Kita juga harus menghargai karya orang lain dan berhati-hati memberikan informasi pribadi,” ungkap Muhammad Iqbal Darmawan, Influencer dan juga mahasiswa Universitas Negeri Malang yang menjadi KOL dalam webinar pagi ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *