Marketplus.id – Salah satu bagian dari literasi digital ialah bagaimana berperilaku di ruang digital. Jangan sampai Indonesia yang dikenal dengan keramahan masyarakat ternyata berbanding terbalik jika berada di dunia maya. Begitu juga dengan kejahatan digital di Indonesia.
Ternyata, jika kita liat di sosial media, banyak juga orang Indonesia yang berperilaku negatif. Karenanya adalah tugas kita untuk memilah hal baik dan buruk lebih detail lagi. Seperti mencoba pinjaman online.
“Ada beberapa tips yang bisa dilakukan. Seperti cara mencari pinjaman yang aman dan legal. Pinjaman online terdaftar di OJK, cari penyedia dengan bunga pinjaman online rendah, jangan lupa tanggal jatuh tempo dan jumlah pinjaman, tidak ada pungutan biaya sebelum dana pinjaman dicairkan, tidak ada paksaan pinjaman, awasi penggunaan HP anda dari anak-anak,” ujar Muhajir Sulthonul Aziz, S.Kom,M.I.Kom Ketua Relawan TIK Surabaya yang juga dosen Komunikasi IAI Dalwa Pasuruan ketika berbicara dalam Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (3/6/2021).
Muhajir pun mengingatkan pada prinsipnya, semakin mudah kita diberi pinjaman, maka biasanya semakin besar tanggungan yang harus kita lunasi. Sehingga masyarakat harus lebih waspada dan cek tips yang telah diberikan di atas.
Sementara itu Muhammad Al Barra Lc,.M.Hum, Wakil Bupati Mojokerto yang lebih dikenal dengan nama Cak Barra memaparkan kenapa medsos mempengaruhi pola pikir atau kehidupan masyarakat kita?
“Karena mau tidak mau masyarakat Indonesia ini hampir semuanya digital. Memanfaatkan internet. Segala sesuatu yang jadi persoalan dirinya bisa dicari jawabannya di konten digital,” jelas Cak Barra.
Cak Barra pun menekankan bahwa literasi digital adalah tugas bersama. Tidak perlu menunggu sebuah instansi atau pemerintah dulu. Karena literasi digital adalah sebuah kesadaran dan tanggung jawab bersama agar keterbukaan data ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bukan untuk hal negatif atau bahkan tindak criminal.
Hal itu juga dibenarkan oleh salah satu pembicara yaitu Slamet S.Si, praktisi digital media, Keterbukaan data dan akses internet membuat kita lebih waspada apalagi menyangkut uang. Dewasa ini bertumbuhan banyak opsi dompet digital. Dimana ada peluang maka selalu akan ada celah kejahatan. Karena itu ia menekankan agar lebih cermat juga memilih dompet digital yang kini terus bertumbuh.
“Tipsnya sederhana saja. Pertama pilihan prioritas misalkan dari semua e-wallet itu mana yang kira-kira cocok dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Butuh e-wallet buat apa? Pertanyakan itu dulu. Kedua managemen keuangan, sisihkan saldo dari anggaran. Kalau tidak akan banyak jajan. Ketiga diskon dan promosi, jangan tergiur sesaat tapi pilih yang paling tepat untuk Anda. Keempat sinkronisasinya tepat antaraaAnda dengan e-wallet dan terakhir batasi penggunaan,”jelas pembicara yang lebih dikenal dengan Kak Shela tersebut.
Pembahasan Kak Shela pun dilengkapi oleh Selviana Yuliani sebagai Key Opinion Leader dalam webinar. Ia menjelaskan kelebihan e-wallet yang mudah digunakan, lebih simple, efisien, banyak promo dan jadi pengeluaran tercatat otomatis dalam histori. Namun ada kekurangannya juga. Yaitu tidak semua tempat ada fasilitas e-wallet tersebut sehingga seseorang bisa punya lebih dari 2 dompet digital, rawan penipuan, perlu jaringan internet, kemudahan transaksi cenderung konsumtif.
“Saya setuju dengan tips Kak Shela tadi dalam memilih dompet digital. Saya hanya menambahkan yaitu belanjakan saldo dengan cashback terbanyak. Mereka biasanya menawarkan banyak promosi, kita harus maksimalkan. Terakhir hindari fitur berhutang seperti paylater. Ini akan menjadi kebiasaan yang tidak sehat. Karena tidak punya uang bisa belanja dan mikir bayarnya gimana nanti,” terangnya.
Selviana menegaskan juga satu hal. “Hati-hati dengan pengeluaran kecil. Kecocoran kecil akan menenggelamkan kapal besar,” tutupnya.
Pembicara lain yang ikut hadir dalam webinar literasi digital kabupaten Mojokerto, Jawa Timur adalah Danis Kirana praktisi komunikasi, co-founder Dako Brand dan Communication. Ia memaparkan tentang pornografi di ranah digital.
Konten pornografi bisa berbentuk foto, video, dan tulisan. Yang tersebar di dunia digital ini sering kali tidak sesuai dengan etika digital. Konten pornografi biasa ditemukan 24% di komik, 22% internet dan 17% di dalam permainan. Bahkan lebih besar daripada film layar lebar yang hanya 12%. Di internet konten digital akan muncul dalam situs online, game online, komik online, media sosia, media chat serta browser dan play store.
Tentunya efek pornografi akan sangat buruk terutama bagi anak-anak di bawah umur sebagai mayoritas pengguna internet saat ini. Bagi anak-anak, efeknya akan membuat cemas dan sedih karena imajinasi tidak tercapai, merasa jijik syok malu marah dan takut kraena terlalu muda mempelajarinya serta sulit bermain karena fungsi kesenangan sudah berbeda otaknya.
“Lalu apa solusinya? Kita bisa mulai dari sekarang. Seperti batasi akses internet anak. Lalu beri pengertian pada anak untuk menerapkan waktu. Serta perbanyak waktu komunikasi dengan anak dan batasi konten pornografi di browser,” jelas Danis.