Marketplus.co.id – Di tengah masifnya pemakaian teknologi sebagai alat komunikasi kita tentu semakin sering membaca fenomena orang bisa “bicara semaunya” di dunia maya. Orang bisa bertindak semaunya dengan komentar kasar, caci maki, menyudutkan, bahkan menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Kemudahan berkomunikasi itulah penyebab spontanitas yang keluar begitu saja tanpa pikir panjang. Dunia maya memang telah menjelma menjadi sebuah “dunia baru” yang sangat bebas, tanpa sekat, nyaris tanpa kontrol.
Moch. Latif Faidah, Pegiat Literasi Digital dan juga Tim Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia, menjelaskan, penggunaan internet atau media sosial juga harus memiliki etika dan pahami untuk dipelajari kembali. Walaupun semua orang sudah tahu dan mengerti makna keduanya. Hanya, sejauh mana hal tersebut telah dipraktikkan dalam pergaulan yang semakin luas ini.
“Ada baiknya kita, yang aktif di dunia maya. Mempelajari kembali etika yang diharapkan dapat membentuk kembali sikap saling menghargai sesama pengguna dunia maya lainnya. Tidak mudah menyakiti, tidak menyinggung perasaan, tidak meremehkan, tidak merendahkan, tidak membangkitkan kemarahan orang lain, serta tidak mengungkit kekurangan orang lain dengan sengaja,” tuturnya.
Lanjut Latif, beberapa kiat menjadi pengguna internet atau media sosial yang sopan seperti waspadai judul provokatif, cek alamat situs, cek kebenaran berita dan caption-nya serta pastikan membaca teliti sebelum berbagi. Hal itu sangat penting, sehingga berkomentar seperlunya, jangan menghakimi semaunya.
Akselerasi transformasi digital tidak hanya terkait aspek teknis teknologi, tetapi juga aspek budaya. Loina Lalolo Krina Perangin-angin, SGU, MAFINDO, Tular Nalar menerangkan budaya digital merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital. Karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. “Orang yang dapat bertahan bukan yang paling kuat atau pintar, tapi yang bisa beradaptasi,” tandasnya.
Tantangan yang dihadapi dalam budaya bermedia digital, seperti mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesopanan dan kesantunan, menghilangnya budaya Indonesia, media digital menjadi panggung budaya asing, dominasi nilai dan produk budaya asing, berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan, menghilangnya batas-batas privasi, dan pelanggaran hak cipta dan karya intelektual.
Loina mengatakan, tantangan itu harus dihadapi sehingga dampak rendahnya pemahaman budaya bermedia digital, seperti tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial (perpecahan/polarisasi) di ruang digital.
“Serta tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital dan tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi,” ujarnya.
Lanjut Loina, pengguna digital harus paham aspek budaya yang melandasi setiap aktivitas di ruang digital berdasarkan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Mereka harus mendukung toleransi keberagaman, memprioritaskan cara demokrasi, mengutamakan Indonesia, dan menginisiasi cara kerja gotong-royong.
Acara Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital untuk wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (3/6/2021) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkresi ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Dadi Krismantono membawa tema pembahasan seputar digital Safety tips dan pentingnya internet sehat dan Ferally Mahardika S. tema pembahasan seputar apa guna digital media.