Marketplus.id – Media sosial menjadi platform untuk mengungkapkan kemerdekaan berpendapat yang dijamin Hak Asasi Manusia (HAM). Namun tak jarang, kemerdekaan ini terlalu bebas sehingga muncul lah berbagai konten negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, hingga fitnah.
Media sosial ini ibarat panggung atau layar kaca, yang membuat siapapun bisa menampilkan diri kapan saja dengan tema apa saja meski orang itu tak memiliki kesempatan untuk tampil di panggung atau layar kaca yang sesungguhnya.
Imbasnya semua orang dapat memproduksi kontennya sendiri dan langsung memperoleh respons secara interaktif. Era ini disebut sebagai user generated content (UGC) yang bisa diartikan sebagai konten yang dibuat oleh pengguna.
“Akibat lebih lanjut dari itu, terjadi persaingan antar konten untuk memperoleh perhatian. Terjadi adu kreatif, yang positif, negatif, tak etis, melanggar hukum, dengan memanfaatkan media ini,” kata Mario Antonius Birowo, Ph.D, (Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta) dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital wilayah Kota Blitar, Jawa Timur, Jumat (4/6/2021).
Menurut Mario, konsekuensi tersebut sering tidak disadari oleh khalayak. Sedangkan bagi mereka yang menyadari konsekuensinya, media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya, termasuk dengan melanggar hukum. Pelanggaran hukum ini berupa unggah hoaks obat Covid-19 di YouTube, produsen minuman herbal terjerat UU ITE. Merasa difitnah di Facebook, melakukan ujaran kebencian di Instagram, dipecat. Berjoget nyeleneh di TikTok, pejabat dikecam masyarakat,” paparnya.
Lanjut Mario, konten negatif banyak beredar di dunia digital. Sehingga diharuskan bersikap aktif di dunia digital dalam mengatasi membanjirnya konten negatif. Untuk itu pentingnya etis dalam bermedia digital.
Akselerasi transformasi digital tidak hanya terkait aspek teknis budaya, tetapi juga aspek skill. Dr. Ardinah, Dosen Jurusan Teknologi Pendidikan FIP Univ. Negeri Makasar, mengatakan digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan pirantilunak TIK serta sistem operasi digital.
“Salah satunya adalah kompetensi mengakses, dimana mengeksplorasi media digital untuk mencari informasi, data dan konten sesuai dengan kebutuhan dengan cara 3 tingkatan di setiap kompetensi, seperti tahu, tanggap, dan tanguh,” terangnya.
Acara Webinar Literasi Digital untuk wilayah Jawa Timur, Kota Blitar yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai bagian dari program Indonesia #makincakapdigital ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Taufik Aulia membawa tema pembahasan seputar digital culture menjadi Indonesia di tengah digitalisasi. Khemal Andrias tema pembahasan seputar privasi digital.
Acara Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ini diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi. Acara ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Moch. Latief membawa tema pembahasan seputar asik berselancar tanpa lupa etika digital dan Laviane Jacklien H. Lotulung tema pembahasan seputar membumikan Pancasila melalui media digital.
Ada empat pilar digital yang diusung dalam rangkaian ratusan webinar ini. Yaitu digital skill, digital safety, digital ethics dan digital culture.