27 Maret 2025

Marketplus.idHidup di era digital memudahkan kita untuk mendapatkan, berbagi, hingga mengolah berbagai informasi. Akibat mudahnya arus informasi di era digital membuat banyak pihak harus menghadapi berbagai tantangan yang muncul di era ini karena kurang literasi digital.

Maraknya konten negatif yang menghiasi dunia maya saat ini membuat pemerintah dan banyak pihak prihatin. Konten negatif bisa berupa info yang tidak benar (hoaks), cyber bullying, maupun gambar yang melanggar nilai serta norma yang berlaku di masyarakat.

Pada acara Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Lumajang, Jawa Timur, Kamis (3/6/2021), Astini Kumalasari, Travel Blogger dan juga Komite Anugerah Pesona Indonesia, menjelaskan konten negatif di internet jadi salah satu perhatian utama di era digital. Hal ini dikarenakan konten menjadi salah satu bentuk komunikasi baru sebagai jembatan antara para pengrajin konten dan konsumennya.

Komunikasi media berdasarkan teknologi ini memiliki pola penyebaran, sampai pada bagaimana khalayak mengakses media lambat laun semakin berkembang sehingga secara tidak langsung masyrakat sudah terjebak dalam peperangan hitam dan putih serta gelap dan terang dari konten di dunia maya.

“Orang dapat membuat konten apapun, sehingga konten positif berlandaskan kesadaran. Pertama bentuk harus menarik, mengemas adalah challenge harus lebih buka wawasan dan mengulik kembali,” paparnya.

Astini mengharapkan, tingkatkan kesadaran tentang pemanfaatan TIK dan literasi digital ini dengan penuh tanggung jawab, sebarkan semangat positif dan kreatif kepada sesama guna mencerdaskan kehidupan bangsa di bidang digital.

“Menghadapi pandemi Covid-19 diperlukan kreativitas dan inovasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Khususnya, generasi muda Indonesia, perlu terus meningkatkan optimitisme dan memandang pandemi Covid-19 sebagai kesempatan titik loncatan baru. Titik di mana kita bergerak lebih cepat dan eksplorasi berbagai peluang yang ada dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi,” ujarnya.

Dia mengatakan, literasi digital perlu lebih ditingkatkan sesuai dengan standar moral dan etika tinggi dari pengguna. Karenanya warganet Indonesia memiliki tanggung jawab bersama untuk meminimalisir konten negatif.

“Misalnya saja perjudian, penipuan online, eksploitasi seksual pada anak, hoax, cyberbullying, hate speech dan lain sebagainya kita akan perangi bersama untuk ruang digital kita yang lebih sehat,” ungkapnya.

Untuk memproduksi konten positif, maka pengguna digital harus mengerti etika berdigital dasar. Dedy Helsyanto, Koordinator Program MAFINDO, menerangkan, terjadi peningkatan intensitas penggunaan Internet dan media sosial di Indonesia yang sangat masif. Survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penetrasi internet mencapai 73,7% dari total penduduk, atau setara dengan 196,7 juta penduduk Indonesia.

Angka pengguna ini bertambah 25.5 juta atau 8.9% dari periode survei tahun sebelumnya. Selain itu, survei sama juga menunjukkan masyarakat Indonesia menggunakan internet untuk dua kegiatan utama, yaitu berselancar di media sosial serta untuk melakukan komunikasi daring. Peningkatan ini belum sepenuhnya diikuti dengan perilaku pemanfaatan digital yang beretika. Berdasarkan studi perilaku digital oleh salah satu perusahaan teknologi global pada tahun 2021 ini, tingkat digital civility atau keberadaban di ruang digital Indonesia masih tergolong rendah.

Indeks digital civility diukur dari persepsi warganet terhadap risiko yang mungkin mereka dapatkan seperti ujaran kebencian, perudungan siber (cyberbullying), pelecehan daring, penyebaran data pribadi, dan ancaman terhadap keberadaban di ruang siber lainnya,” katanya.

Dedy menilai hal itu bisa dilatari adanya penyebaran hoaks, disinformasi dan ujaran kebencian yang makin marak ditemukan di ruang digital Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

“Secara garis besar, skor ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat penyebaran hoaks, disinformasi, ujaran kebencian, serta kejadian bullying dan pelecehan daring yang semakin marak,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *