Marketplus.id – Sebagai warga Indonesia, sopan dan santun merupakan salah satu ciri khas yang telah dikenal dunia sejak lama. Namun predikat tersebut sempat berbanding terbalik ketika survei Microsoft pada 2020 menunjukkan warga digital Indonesia ternyata masuk dalam kategori tidak sopan. Fakta tersebut hendaknya menjadi peringatan bagi warga Indonesia untuk membawa adab dan perilaku sopan santunnya ke ruang digital.

Hal tersebut diungkapkan, Ponco Bagyo Susilo, Relawan TIK dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (2021 untuk wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (26/10/2021).

Ponco menerangkan, untuk menjadi pengguna internet yang beradab adalah bersikap bijak. Hal tersebut menurutnya dapat dibiasakan jika kecakapan literasi digital dipahami dan diimplementasikan dengan baik.

Jika melihat data pertumbuhan pengguna internet di Indonesia meningkat pesat sejak pandemi Covid-19. Selama krisis pandemi ini tercatat kasus hoaks juga tinggi sehingga perlu sangat diperhatikan sebab lebih dari 50 persen dalam survei menunjukkan bahwa orang menyebarkan informasi tanpa tahu kebenaran faktanya, dan selebihnya mengaku tidak mampu mengenali hoaks.

“Menganalisa konten negatif dapat ditelisik dari siapa pihak yang memproduksinya. Kita harus paham apakah informasi diproduksi oleh media atau forum yang jelas kredibilitasnya, jika itu berasal dari luar media mainstream bisa ditinjau ulang track record-nya. Kita juga harus paham tujuan dari informasi, apakah ingin membagikan pengetahuan atau justru menjadi alat untuk menyerang pihak-pihak tertentu. Jika menerima konten-konten negatif, alangkah bijak kita adalah berhenti dan melapor ke kanal aduan,” jelasnya.

Bermedia bijak adalah dengan berpikir kritis. Pastikan ketika membaca informasi itu kontennya tidak berat sebelah dalam artian obyektif atau tidak memihak pada satu kelompok dan merendahkan yang lain. Evaluasi apakah informasi itu berbasis pada fakta. Sebab tidak semua konten yang ada di internet itu benar, dan tidak semua benar itu pantas disebar.

“Perlu saring sebelum sharing, cek dulu di Google kebenaran faktanya melalui Google Fact Checks, pertimbangkan juga apakah informasi mengandung nilai manfaat jika disebarkan. Hal-hal ini harus menjadi kebiasaan sejak dini dalam bermedia digital,” lanjutnya.

Ia menjelaskan perlu kecakapan digital dalam mencari, membuat dan menggunakan informasi. Sebagai pengguna internet yang beradab perlu memahami etika dan etiket digital, sebab keduanya merupakan dasar dalam melakukan interaksi dan komunikasi di ruang digital.

Ia menambahkan, ada tiga tingkat kecakapan yang mesti dipahami pengguna internet dan teknologi digital. Kecakapan dasar yang mesti dimiliki tidak lain adalah kecakapan untuk mengoperasikan dan menggunakan. Pada kecakapan tingkat dua adalah kecakapan dalam berkomunikasi, menyikapi informasi, kecakapan transaksi daring, pemecahan masalah, serta kemampuan untuk aman dan bermedia yang taat hukum.

“Level kecakapan ketiga adalah yang mencakup dua level kecakapan sebelumnya. Yaitu kecakapan dalam digital marketing, analisa web, dan media sosial. Pada kecakapan lanjutan ini harus dipastikan komunikasi dapat dilakukan dengan baik, setiap aktivitas yang dilakukan ada tujuannya. Apa yang dibicarakan jelas disampaikan kepada siapa dan untuk tujuan apa,” terangnya.

Pada intinya bermedia digital itu tidak boleh melanggar hak digital orang lain. Dalam berekspresi di ruang digital ada beberapa hal yang lebih baik disimpan untuk diri sendiri atau orang-orang terdekat saja. Jadi berpikir ulang sebelum mengunggah konten, disaring dulu sebelum dipublikasikan.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (26/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Iwan Kenrianto (Founder YukBisnisKost), Didin Miftahudin (Masyarakat Perkoperasian Indonesia), Febryanti Mega Kristiani (Founder @Vitamnmonster), dan Yumna Aisyah (Community Development Manager MAJOO Indonesia) sebagai Key Opinion Leader.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *