4 Oktober 2024

Marketplus.id – Widya Pramusetyo, Aktivis Teknologi Informasi, menjelaskan, perkembangan arus media sosial dan teknologi digital dalam menyebarkan konten hiburan, informasi atau berita kini semakin pesat.

Banyak platform kini menjadi wahana dan media besar yang menyuguhkan tayangan dalam berbagai bentuk dan rupa seperti YouTube atau TikTok. Beberapa di antaranya menyajikan konten berkualitas, layak saji, dan mengandung kandungan nilai edukasi nan membangun.

“Tidak sedikit pula di YouTube atau TikTok banyak bertebaran konten negatif. Konten itu membawa dampak yang kurang baik bagi perkembangan mental dan psikologis seseorang, terutama remaja dan anak muda,” ungkap Widya, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (23/11/2021).

Ia menambahkan, konten negatif yang kini seolah sedang mewabah yakni bertema ‘prank’ atau lelucon, menjahili, dan mengisengi orang. Namun, ada pula ‘extreme challenge’ (tantangan di luar batas). Konten ini merebak buah dari derasnya sensasi dan kontroversi para pembuat konten yang memang sengaja mengejar like, subscriber atau viewer dalam target tertentu.

“Konten negatif yang dipaparkan terus menerus akan mendekam dalam memori penontonnya. Ini akan mempengaruhi dan mengacaukan mindset yang sudah terlanjur tersusun rapi di kepala. Hal ini mungkin menggeser cara kerja pikiran, yang selama ini dianggap tabu, menjadi biasa dan menyenangkan. Secara perlahan pikiran akan, menginterpresentasikan sesuatu hal yang tadinya aneh, ganjil, tak lazim, hingga sedikit menyimpang, menjadi sesuatu yang wajar, boleh dilakukan, bahkan mengasyikkan,” ujarnya.

Lanjutnya, mereka yang menjadi penikmat dan pembuat konten seperti ini akan tenggelam dalam sensasi tersebut, dan terus mencari, maupun membuat ide-ide baru yang lebih aneh serta ganjil. “Jika ini yang terjadi, tentu konten ini akan menjadi racun yang kian lama bisa merusak mental sehat manusia,” jelasnya.

Menurutnya, hakekatnya, baik sang konten kreator dan penontonnya tidak mendapatkan apa-apa dari hasil karya aneh tersebut. Keduanya tidak mendapatkan efek positif dalam pikirannya dengan membuat atau menikmati konten bernuanasa ‘prank’ atau ‘extreme chalenge’ ini.

Ia juga menerangkan, anak-anak muda dan remaja yang kini menjadi target pasar konten negatif itu, haruslah menanamkan kuat-kuat hal seperti itu tidak memberikan efek maupun dampak apapun bagi mental serta psikis diri sendiri.

“Kalangan muda harus bisa memfilter konten mana yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak. Jangan sampai pemikiran baik bentukan keluarga, sekolah atau lingkungan menjadi berbelok menjadi sesuatu yang justru merusak,” tuturnya.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (23/11/2021) juga menghadirkan pembicara, Ida I Dewa Ayu Yayati Wilyadewi (Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis dan Pariwisata), Erna Eriana (CEO Cleoparta Management), Ayrton Eduardo Aryaprabawa (Founder & Director Crevolutionz), dan Rinanti Adya Putri (Operations Executive at ZALORA Group) sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *