Marketplus.id — Kehadiran internet dan media sosial merupakan anugerah bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat dijadikan sebagai tempat berekspresi serta menunjukkan hasil karya di berbagai platform.
Selain itu, pembuatan konten atau karya cipta di dunia digital juga merupakan bagian untuk aktualisasi diri dan dapat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi warganet. Namun demikian, dalam menyajikan konten tersebut warganet sebaiknya harus dapat memahami aturan tentang hak cipta serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya perlindungan karya pribadi untuk terhindar dari tindakan plagiarisme.
Hal tersebut menjadi pembahasan dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dengan tema “Konten Digital: Hak Cipta dan Etika” di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/8). Hadir dalam acara tersebut adalah Dosen Universitas Kristen Satya Wacana dan Anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Dr Rini Darmastuti M.Si; Narablog sekaligus Konten Kreator Zilqiah Angraini; dan Managing Director Kura-Kura Resort di Karimun Jawa Tengah serta Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Yogyakarta Nina Ulfah N Gaffar.
Menurut Rini Darmastuti, sejauh ini sudah banyak contoh kasus plagiarisme yang menyeret para tokoh atau ilmuwan di Tanah Air hingga mendapatkan ancaman hukuman pidana sekaligus berdampak pada jenjang karirnya.
Kasus-kasus plagiarisme tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi setiap warganet dalam menyebarkan dan mengunggah konten yang bukan miliknya. Adapun kriteria karya yang mengarah pada plagiarisme antara lain, mengakui karya orang lain ataupun kelompok sebagai karya sendiri, menyajikan tulisan pihak lain tanpa menyebutkan sumber asli, atau mengakui gagasan atau temuan orang lain sebagai hasil dari diri sendiri.
Beberapa kiat untuk menghindari plagiarisme misalnya dengan selalu menyebutkan sumber asli dalam setiap kutipan, serta melakukan paraphrase atau melakukan pengungkapan kembali suatu ekspresi dengan susunan kata yang lebih sederhana tanpa mengubah artinya.
“Gunakanlah tanda kutip ketika mengambil sebagian dari karya orang lain. Untuk naskah atau artikel yang pernah diajukan, sebaiknya diberikan penjelasan bahwa karya tersebut pernah diajukan. Selain itu, kita juga harus memahami makna plagiarisme serta peraturan hak cipta secara tepat,” ujar dia.
Terkait etika di dunia digital, Zilqiah Angraini menjelaskan, jenis-jenis karya atau konten antara lain mencakup video, foto, tulisan, audio, serta grafis. Warganet harus menjunjung etika dengan menghargai konten yang telah diunggah orang lain di internet dan media sosial, misalnya lewat komentar yang positif, memberikan saran dan kritik yang berimbang, serta menghindari plagiat dan mengakui konten tersebut sebagai hasil karya atau hak cipta miliknya. Selain itu, warganet juga harus meminta izin ketika hendak mengunggah karya tersebut pada akun pribadi, selalu membeli karya asli, dan tidak menjadi penikmat hasil bajakan.
“Terdapat dua faktor yang mungkin menjadi penyebab orang melakukan tindakan plagiarisme, faktor pertama karena mayoritas orang menginginkan sesuatu didapatkan secara cepat dan instan. Faktor kedua yaitu, karena orang malas untuk menguras otaknya untuk dapat menciptakan sebuah karya cipta,” jelas dia.
Nina Ulfah N Gaffar menambahkan, hak akan kekayaan intelektual (HAKI) terdiri dari hak ekonomi dan hak ciptaan. Di mana, hak ekonomi merupakan hak yang memiliki hubungan dan dampak langsung terhadap ekonomi pemilik karya mulai dari pengadaan, distribusi, penyiaran, pertunjukkan, serta hak pinjam masyarakat. Sedangkan hak ciptaan berarti hak yang merujuk langsung terhadap subjek ciptaannya seperti program komputer, buku, atau fotografi. Menurut dia, beberapa upaya yang dapat dilakukan warganet untuk melindungi karya cipta sendiri dari tindakan plagiasi di antaranya, rajin menayangkan konten, mendaftarkan karya cipta misalnya pada aplikasi di dgip.go.id Kementerian Hukum dan HAM, mendata serta menyusun konten yang sudah ditayangkan, serta menggunakan fitur watermark di setiap foto dan karya visual yang hendak diunggah di internet dan media sosial.
“Keamanan karya cipta kita berbanding terbalik dengan kemudahan, memang sedikit ribet namun justru akan membuat karya lebih aman di dunia digital. Dalam memanfaatkan internet dan media sosial, kita harus selalu berpikir kritis dan memastikan diri kita jujur menghargai karya orang lain dengan selalu menyebutkan sumbernya,” pesan dia.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial @Kemenkominfo dan @Siberkreasi.